Inilah Bapak Tionghoa Indonesia [hurek]

Inilah Bapak Tionghoa Indonesia

PinkKorset.com, Semarang – Upayanya mengangkat harkat martabat serta menghapus stigma buruk kaum Tionghoa di Indonesia, membuat tokoh yang satu ini layak diberi kehormatan khusus.

Ya. Presiden RI ke-4, (alm) Abdurrahman Wahid atau yang kerap dipanggil Gus Dur mendapatkan gelar kehormatan sebagai Bapak Tionghoa Indonesia oleh komunitas Tionghoa Semarang, Perkumpulan Sosial Boen Hian Tong (Rasa Dharma) pada Minggu (24/8/2014).

Penghormatan ini diberikan dalam bentuk Sinci papan penghargaan yang diletakkan dalam altar utama gedung perkumpulan mereka.

Komunitas ini mewajibkan untuk menghormati orang tua dan leluhur, baik ketika masih hidup maupun meninggal dunia. Jadi, peletakan Sinci berarti namanya akan selalu didoakan oleh komunitas Tionghoa.

Sinci pada Gus Dur akan diberikan dalam rangkaian sembahyang King Hoo Ping yang merupakan tradisi penghormatan dan bakti kepada orang-orang yang telah meninggal di bulan ketujuh atau Jit Gwee.

Kenapa Gus Dur?

Sugiri Kustejo, akademisi sekaligus tokoh Tionghoa mengatakan, ada beberapa alasan mengapa Gus Dur layak diberikan Sinci.

Pertama, Gus Dur dinilai telah menghapus kekangan, tekanan dan prasangka terhadap kaum Tionghoa. Terutama karena kaum ini sebelumnya selalu disalahkan atas semua hal buruk yang menimpa bangsa Indonesia.

“Dulu, semua keburukan dilimpahkan ke kami, barang mahal, kami yang disalahkan. Kalau masyarakat gagal panen, kami juga disalahkan,” katanya.

Gus Dur juga dinilai telah berjasa menjadikan semua warga negara setara. Kaum Tionghoa dulu sempat diberi kode tertentu, sehingga ada pengenaan tarif khusus, misalnya untuk keperluan mengurus surat.

Ia  mencabut Inpres 14/1967 yang menjadi senjata rezim Orde Baru dalam membredel hak-hak sipil warga Tionghoa.

Tokoh NU ini juga dianggap telah mengembalikan kebebasan berekspresi, terutama terkait budaya. Seperti penggunaan bahasa Mandarin, yang kini diperbolehkan bersandingan dengan bahasa Inggris, maupun Arab.

Lalu, mengizinkan kaum ini menjalankan kepercayaan tradisional dan menumbuhkembangkan budaya tersebut. Tak hanya atraksi barongsai, perayaan Imlek pun tak akan semeriah sekarang. Ini berkat komitmen Gus Dur pada hak-hak asasi manusia dan pembelaannya kepada kelompok minoritas.

Gus Dur jauh sebelum jadi presiden ikut berjuang agar Khonghucu kembali diakui sebagai agama resmi di Indonesia. Dan perjuangan panjang itu akhirnya berhasil. Belenggu terhadap ekspresi budaya dan tradisi Tionghoa akhirnya dicabut. Konfusius jadi agama keenam.

Tidak hanya itu. Gus Dur juga mengembalikan nama asli kaum Tionghoa. ”Dia meminta agar kaum Tioghoa bisa menggunakan nama lama kami. Gus Dur itu memang toleran dan menerima perbedaan,” ujarnya.

sumber: kompas