Presiden Turki Tolak Persamaan Gender [presstv]

Presiden Turki Tolak Persamaan Gender

PinkKorset.com, Istanbul – Di tengah gerakan global persamaan gender, Presiden Turki Recepp Tayyip Erdogan justru mengatakan hal sebaliknya. 

Erdogan mengatakan perempuan tidak dapat diperlakukan setara dengan laki-laki karena itu bertentangan dengan alam.

“Kita tidak dapat menempatkan perempuan dan laki-laki pada pijakan yang sama. Itu bertentangan dengan alam,” katanya dalam suatu pertemuan kaum perempuan di Istanbul, dilansir dari BBC.

Dia juga mengatakan feminis menolak fitrah keibuan perempuan dan tidak memahami pentingnya peran ibu dalam Islam.

“Agama Islam menempatkan ibu dalam posisi sangat tinggi,” ujarnya. “Kaum feminis tidak mengerti itu, mereka menolak fitrah keibuan perempuan.”

Dalam konferensi perempuan tersebut, Erdogan juga menambahkan, tidak semua pekerjaan yang dilakukan oleh laki-laki, boleh dilakukan perempuan, karena bertentangan dengan ‘sifat halus’ perempuan.

Dia mengatakan perempuan membutuhkan rasa hormat yang setara dan bukan kesetaraan.

Erdogan juga mengatakan bahwa keadilan adalah solusi untuk sebagian besar masalah di dunia, termasuk rasisme, anti-semitisme, dan “masalah perempuan”.

Pernyataan Erdogan sering dimaksudkan untuk memperkuat suara di kalangan pendukung inti partainya, yakni kalangan agama. Namun, di sisi lain justru membangkitkan amarah para pemilih yang lebih liberal.

Rakyat Turki yang memiliki pandangan lebih sekuler menganggap, kebijakan-kebijakan sosial pemerintah membawa negara ke arah yang berbahaya.

Erdogan sebelumnya mendesak perempuan untuk memiliki tiga anak, dan mengecam aborsi dan kelahiran melalui operasi caesar.

Selama 11 tahun menjabat perdana menteri, Erdogan tampil sebagai pemain penting dalam politik kawasan. Namun, reputasinya memburuk belakangan terkait krisis di Suriah, dan tuduhan berkuasa secara otoriter.

Pernyataan-pernyataan pemimpin Turki dari partai berhaluan Islam itu juga kerap memicu kontroversi. Awal bulan ini, ia menyatakan bahwa umat Islam telah menemukan Amerika lebih dari 300 tahun sebelum Christopher Colombus.