Instrumen Hukum Kasus Vaksin Palsu [idntimes]

Instrumen Hukum Kasus Vaksin Palsu

PinkKorset.com, Jakarta – Terungkapnya daftar pengguna dan pengedar vaksin palsu menyeret berbagai pihak yang terlibat dalam jeratan hukum.

Rapat kerja Kemenkes bersama Komisi IX DPR dan sejumlah lembagai terkait telah mengumumkan 14 rumah sakit dan delapan bidan yang diduga menggunakan vaksin palsu serta tiga distributor pengedarnya.

Ketiga distributor yang telah berstatus tersangka adalah Juanda CV Azka Medika, Kartawinata dan Seno. Modus operandinya melalui surat elektronik dan proposal penawaran harga vaksin palsu ke rumah sakit yang kemudian disetujui direktur.

Hasil penelusuran Bareksim menunjukkan, 13 dari 14 rumah sakit membeli vaksin palsu dari CV Azka Medika. Keterlibatan pihak-pihak terkait akan dikenai hukum sesuai dengan posisi.

“Instrumen hukum untuk kasus ini dibagi dua jenis,” tutur menteri kesehatan Nila Moeloek dalam rapat di Komisi IX Gedung DPR, Jakarta, Kamis (14/6/2016).

Terhadap pelaku pemalsuan vaksin bisa dijerat pasal 197 nomor UU 36/2009 mengenai kesehatan, pasal 62 ayat 1,2, dan 3, UU nomor 8/1999, pasal 3,4,7 ayat 1,2 no 64 UU nomor 8/2010 tentang TPPU serta pasal 386 ayat 1 dan 2, pasal 225 ayat 1,2 dan 3 KUHP.

Sedangkan untuk fasilitas kesehatan yang menerima vaksin palsu bisa dikenakan Permenkes nomor 56/2014 tentang klarifikasi dan perizinan ‎RS pasal 78 ayat 6 yang ang berbunyi, Menteri, Pemda Provinsi dan/atau pemda kab/kota dapat memberikan tindakan adminitratif kepada RS berupa teguran lisan, tulisan, publikasi, pemberhentian sementara, pencabutan izin nakes dan/atau pencabutan izin operasional sesuai dengan kewenangan masing-masing.

Bisa pula Permenkes nomor 9/2014 tentang klinik pasal 41 ayat 1 dan 2. Di mana berbunyi, Menteri, Gubernur, Kadinkes Provinsi, Bupati/Wali Kota.n dan Kadinkes Kab/kota dapat mengambil tindakan adminitratif berupa teguran lisan, tulisan, pencabutan izin nakes dan/atau pencabutan izin/rekomendasi klinik sesuai dengan kewenangan masing-masing.