Lebih Jauh Tentang Epilepsi [epilepsy]

Lebih Jauh Tentang Epilepsi

PinkKorset.com, Jakarta – Epilepsi identik dengan kejang disertai mulut berbusa. Faktanya, hentakan kecil pada bagian tubuh, bisa jadi gejala epilepsi.

Epilepsi merupakan penyakit dimana terdapat gangguan pada interaksi sinyal-sinyal listrik antar saraf di kepala.

Saat sinyal itu terganggu, serangan epilepsi akan terjadi dan menimbulkan efek seperti kejang atau hilang kesadaran.

Diperkirakan terdapat 1,1-8,8 juta orang Indonesia mengidap epilepsi, dengan prevalensi pada bayi dan anak–anak yang cukup tinggi.

Jenis kejang pada epilepsi

Ada dua jenis kejang pada epilepsi, yaitu kejang umum dan kejang fokal/parsial.

Kejang parsial hanya terjadi pada daerah tertentu saja. Kejang parsial dibagi berdasarkan manifestasi klinik, seperti motorik, sensorik, otonom, emosi dan memori. Serangan biasanya ringan dan bisa disadari, namun akan menjadi serius saat memasuki kejang umum.

Kejang umum terjadi jika aktivitas listrik yang berlebihan di sel saraf mengenai kedua belah otak kiri dan kanan. Kejang umum terdiri dari tonik-klonik, tonik, klonik, mikoklonik, absans dan atonik.

Pada Tonik-klinik, kondisi tubuh, khususnya tangan dan kaki tampak kaku hingga kejang kelojotan. Sedangkan tonik hanya kaku pada tangan dan kaki dan klonik kelojotan tanpa disertai kaku.

Mioklonik adalah gerakan menghentak pada tangan dan kaki secara tiba-tiba. Jika berlangsung hebat benda yang sedang dipegang akan terlempar. Absans artinya hilang kesadaran sesaat atau biasa disebut bengong. Kejadian ini hanya berlangsung beberapa detik saja.

“Untuk atonik penderita akan mendadap jatuh lemas seperti pingsan karena otot kehilangan kekuatannya selama beberapa detik,” papar Ketua Yayasan Epilepsi Indonesia, dr. Irawati Hawari, Sps saat kampanye epilepsi bertajuk ‘Yes I Can’ di Jakarta, Rabu (23/3/2016).

Penyebab epilepsi

Terdapat tiga kelompok utama penyebab epilepsi yakni sistomatik, idiopatik dan kriptogenik. Untuk epilepsi sitomatik dikarenakan kerusakan otak dalam proses kelahiran, kecelakaan, infeksi seperti meningitis atau kelainan struktural otak.

Sementara idiopatik dan kriptofenik masih dalam proses penelitian karena masih belum bisa dipastikan penyebabnya.