Sarapan Tidak Menyehatkan? [eutrofia]

Sarapan Tidak Menyehatkan?

PinkKorset.com – Selama ini sarapan dianggap bagian dari pola makan sehat. Namun, sebuah penelitian mengungkap sisi negatif kebiasaan makan pagi ini.

Selama ini sarapan didengung-dengungkan pakar nutrisi sebagai kebiasaan sehat untuk memulai hari. Sarapan juga dianggap menyehatkan untuk memacu metabolisme, menjaga tubuh tetap langsing dan enerjik, meningkatkan konsentrasi serta kewaspadaan.

Tetapi penulis buku Breakfast Is a Dangerous Meal Profesor Terence Kealey menampik anggapan umum tersebut.

Prof. Kealey sekaligus pasien diabetes tipe 2 ini mengamati kadar glukosa darah dirinya melonjak tajam usai sarapan. Namun, kadar glukosa justru normal bila ia telat sarapan atau menggantinya menjadi makan siang. Inilah yang melandasinya meneliti sarapan.

Menurutnya sarapan semakin tidak sehat ketika menyantap sereal, kue maupun muffin. Semua makanan tersebut mengandung banyak karbohidrat, gula dan lemak jenuh.

Pola makan ini meningkatkan asupan kalori harian dan dibuktikan dalam studi David Levitsky and Carly Pacanowski dari Cornell University, New York. Penelitian ini menemukan peserta uji diberi sarapan ringan (350 kalori) justru tidak mengubah asupan kalori pada hari berikutnya.

Padahal prinsip sarapan yakni mengendalikan makan berlebih akibat kalori yang hilang (tidak sarapan) pada hari sebelumnya. Malah ketika peserta uji diberi sarapan besar (600 kalori atau lebih) tercatat hanya mengurangi 144 kalori saja pada keesokan harinya.

Penelitian Prof. Kealey menggunakan prinsip jendela waktu makan atau waktu makan terbatas (time-restricted feeding) terkait dengan jadwal santap dan menahan makan yang disesuaikan kemampuan tubuh (intermittent fasting).

Umumnya pola waktu makan terbatas ini dilakukan selama 8 jam. Artinya saat pagi Anda abaikan sarapan maupun mengudap makanan ringan (snacking) dan lakukan makan siang, snacking ketika sore serta makan malam (tidak larut malam).

“Hasilnya, saat orang makan sesuai dengan jendela waktu makan (misalnya pukul 11 pagi – 7 malam) pola lemak darah dan sensitivitas insulin meningkat,” katanya.

Ia mengatakan metode intermittent fasting cocok diterapkan pada pasien diabetes. Pola makan ini juga bermanfaat mengurangi risiko obesitas, diabetes, penyakit jantung, Alzheimer dan kanker.

Namun, wakil rektor University of Buckingham ini menilai sarapan belum tentu sesuai untuk semua orang. Sarapan tetap dibutuhkan untuk anak-anak dan orang dengan berat badan ideal.

“Masalah studi ini adalah tidak menemukan panduan (melewatkan sarapan) ideal yang dapat diaplikasikan untuk semua orang,” tutupnya.