4 Masalah Gizi Remaja Indonesia [thejakartapost]

4 Masalah Gizi Remaja Indonesia

PinkKorset.com, Jakarta – Kualitas generasi muda Indonesia di masa depan terancam dengan empat masalah nutrisi ini.

Kualitas sebuah bangsa ditentukan dengan kesehatan generasi muda. Remaja (umur 10-18 tahun) di Indonesia menghadapi masalah gizi serius yang memengaruhi masa depan bangsa ini.

Plt. Dirjen Kesehatan Masyarakat Kemenkes RI, dr. Pattiselano Robert Johan, MARS mengungkap empat masalah gizi remaja Indonesia yang mengancam masa depan mereka.

1. Anemia
Masalah ini menjadi salah satu masalah kesehatan paling banyak dihadapi remaja Indonesia. Anemia berdampak buruk terhadap penurunan imunitas, konsentrasi, prestasi belajar, kebugaran remaja dan produktivitas.

“Sebanyak 12% remaja laki-laki dan 23% remaja perempuan mengalami anemia. Sebagian besar dipicu kekurangan zat besi,” ucapnya dalam Seminar Kesehatan dan Gizi Remaja di Jakarta, Selasa (15/5/2018).

Anemia pada remaja perempuan lebih tinggi ketimbang laki-laki. Hal ini berdampak lebih serius karena mereka adalah calon ibu yang akan hamil dan melahirkan bayi. Kondisi anemia pada bumil berisiko tinggi kematian ibu melahirkan, bayi lahir prematur dan berat bayi lahir rendah.

2. Kekerdilan (stunting)
Rata-rata tingi anak Indonesia lebih pendek dari standar Badan Kesehatan Dunia WHO, yaitu lebih pendek 12,5 cm (laki-laki) dan lebih pendek 9,8 cm (perempuan).

Kekerdilan atau stunting menimbulkan efek jangka pendek di antaranya penurunan fungsi kognitif, penurunan fungsi kekebalan tubuh dan gangguan sistem metabolism tubuh.

Jika berlangsung terus-menerus menimbulkan risiko penyakit degeneratif, seperti diabetes mellitus, jantung koroner, hipertensi dan obesitas.

3. Kurus
Masalah remaja kurus atau Kurang Energi Kronis (KEK) dipicu rendahnya asupan gizi baik yang dapat disebabkan alasan ekonomi maupun psikososial (penampilan). KEK pada remaja meningkatkan risiko berbagai penyakit infeksi dan gangguan hormonal yang berdampak buruk di kesehatan.

4. Obesitas
Obesitas berbanding terbalik dari KEK. Asupan gizi remaja ini justru berlebih sehingga jumlah berat badan berlebih dan kondisi tersebut dipicu beberapa faktor.

Data Global School Health Survey (2015) menemukan, remaja tidak selalu sarapan (65,2%), sebagian besar remaja kurang mengonsumsi serat sayur buah (93,6%) dan sering mengkonsumsi makanan berpenyedap (75,7%).

Selain itu, remaja juga cenderung menerapkan pola sedentary life, sehingga kurang melakukan aktivitas fisik (42,5%).

Obesitas meningkatkan risiko penyakit tidak menular seperti hipertensi, penyakit kardiovaskuler, diabetes mellitus, kanker, osteoporosis dan penyakit lain yang berimplikasi pada penurunan produktivitas serta usia harapan hidup.