Medina Warda Aulia Foto : [FB]

Medina Warda Aulia

“Mungkin bagi sebagian perempuan, catur adalah olahraga yang membosankan. Namun buatku, catur adalah permainan penuh imajinasi.”

Permainan Penuh Imajinasi

Beberapa perempuan mungkin menganggap pertandingan catur membosankan. Bagaimana tidak. Selama berjam-jam dalam keheningan, Anda hanya akan disuguhi wajah-wajah serius yang tak lepas dari papan persegi dengan 32 bidak catur saja.

Namun, permainan catur justru membawa keasyikan tersendiri bagi Medina. Apalagi memikirkan strategi, bisa dilakukan sambil mengudap makanan. “Meski pikiran fokus, kita harus lebih rileks. Aku sih asyik-asyik saja. Bisa sambil makan, minum teh,”katanya.

Sebagai perempuan, dara kelahiran 7 Juli 1997 ini pun merasa senang karena olahraga pilihannya tidak membatasi penampilannya. Para pecatur memang tidak dituntut memakai pakaian atau seragam tertentu selama bertanding.

Ia pun bebas memilih gaya berpakaian yang sesuai dengan karakter dan kebutuhannya, yakni cenderung santai, nyaman namun tetap girly.  “Kalau tanding, bisa pakai baju apa saja. Buat aku ya lebih asyik. Bisa bergaya apa saja,”ungkapnya.

Medina adalah Grandmaster Perempuan termuda di Indonesia. Ia berhasil memecahkan rekor Grandmaster yang dicetak oleh Irene Kharisma Sukandar, Grandmaster Perempuan pertama  Indonesia ketika usianya baru menginjak 16 tahun 2 bulan. Irene sendiri meraihnya dalam usia 16 tahun 7 bulan.

Gelar ini didapat setelah Medina mengalahkan Fide Master Lanita Stetsko di babak kesepuluh Kejuaraan Catur Yunior Dunia yang digelar di Turki, September 2013 lalu.

Sebagai seorang GWM, tentu banyak yang ingin menjajal kemampuan strategi catur dengannya. Namun, Medina tidaklah sombong. Ia tetap melayani permintaan tanding kecil-kecilan dengan teman-teman sekolahnya.

Agar bertambah seru, anak ketiga dari 6 bersaudara ini pun sengaja membiarkan dirinya kalah. ”Teman-teman, apalagi cowok-cowok gitu, suka ngajakin main catur. Tapi kadang aku sengaja kalah biar mereka merasa senang, bisa ngalahin Medina, gitu,”ujarnya sambil tersenyum.

Warga Babelan, Bekasi ini akhir Juli lalu berhasil meraih gelar juara di Turnamen Pardubice Chess Festival, Polandia. Dalam pertandingan yang diikuti sekitar 5000 orang pecatur berbagai kategori ini, Medina juara setelah mengungguli pecatur Rusia Polina Shuvalova.

Bagi Medina, ini gelar juara kedua kalinya karena pada uji coba pertama menuju Olimpiade 2014, sebelumnya di Grand Europe Cup Seri I di Albena, Bulgaria, 1-9 Juni 2014, Medina juga menjadi juara kategori perempuan.

Medina yang berusia 17 tahun saat ini, merupakan salah satu pecatur perempuan terbaik Indonesia, dengan segudang prestasi baik tingkat nasional maupun internasional.

Salah satu prestasi besar Medina adalah meraih rangking pertama pada event bergengsi, the 8th Singapore International Chess Championship, pada Desember 2012 lalu.

Untuk menjaga kondisinya agar tetap prima, sebelum pertandingan, Medina melakukan persiapan fisik yakni olahraga joging. Selain latihan teknis selama 6 jam.

Menurutnya, pecatur pun harus selalu menjaga performa tubuhnya. Pasalnya, untuk satu turnamen yang biasanya berlangsung dua pekan, dengan satu hari satu babak, ia harus duduk sekitar 6 jam selama pertandingan.

Selain itu, catur merupakan olahraga berpikir, sehingga untuk menyegarkan pikiran dan membuat otak kembali fresh, ia juga harus disiplin menerapkan jadwal tidur, makan serta refreshing.

Catur dan Barbie

Medina sebenarnya baru mengenal catur di usia sembilan tahun. Awalnya, Medina hanya menonton kakak dan ayahnya bermain catur di rumah. Lama-lama ia tertarik untuk belajar. “Catur seperti permainan perang-perangan,” ucapnya.

Medina juga mengaku suka catur karena terinspirasi boneka Barbie. Seperti dunia khayalan Barbie yang memiliki raja dan ratu, catur juga memiliki kerajaan sendiri. Ia pun sering memainkan catur seperti memainkan Barbie.

Medina kecil lebih suka mewarnai dan sempoa. Dia cerdas, selalu meraih ranking pertama mulai dari taman kanak-kanak hingga lulus SD. Diajarkan catur selama tiga bulan dan diikutkan dalam kejuaraan tingkat DKI, Medina meraih juara satu. Setelah tingkat DKI, Medina kembali mengikuti kejuaraan di tingkat nasional (kejurnas). Tidak tanggung-tanggung, dia keluar sebagai juara pertama.

Untuk lebih mengasah kemampuannya, Medina didaftarkan ke Sekolah Catur Utut Adianto (SCUA) di Bekasi. Terkendala biaya, Mediana hanya didaftarkan sebagai member SCUA. Dia tidak bisa ikut les catur penuh, tetapi boleh mengikuti pertandingan internal.

Bakat Medina langsung bersinar. Hanya bermodalkan latihan dengan ayahnya, Medina tanpa ampun menumbangkan siswa-siswi SCUA. Dia selalu jadi juara satu. Melihat berlian terpendam ini, Direktur SCUA langsung menawari Medina ikut program SCUA. Kali ini gratis.

Usaha ini tidak sia-sia. Pertandingan demi pertandingan dilahapnya. Satu persatu gelar juara dia sabet.

Namun, Medina belum puas. Ia masih ingin seperti Judith Polgar, pecatur perempuan asal Hungaria yang  meraih gelar grand master dunia pada usia 15 tahun empat bulan. Judit juga menyandang gelar sebagai Pecatur Perempuan Abad ini.

Regenerasi pecatur Indonesia

Ditanya mengenai perkembangan dunia catur, Medina menilai pemain catur dunia terhebat masih berasal dari Rusia dan Tiongkok. Namun ia sangat optimistis dengan kemampuan para pecatur Indonesia.

Menurutnya, olahraga catur in Tanah Air mulai maju dan sudah terjadi regenerasi. Terlihat dari banyaknya pecatur junior yang diturunkan dalam setiap pertandingan. “Makin hari makin bagus prestasinya, peringkatnya naik terus. Junior makin merajai di Asia dan ASEAN,”katanya.

Sementara itu, sebagai atlet, Medina mengaku mendapat dukungan penuh dari kedua orangtuanya. Meski tidak pernah ikut mendampingi dalam berbagai pertandingan di luar negeri, ia tetap berhubungan dengan keluarganya. ”Kita biasnya menggunakan media, sering skype juga,”ujarnya.