Ria Miranda

"Sosok keibuan seorang muslimah di Minangkabau, itu yang menjadi inspirasinya,"

Desainer Minang Yang Cinta Tanah Kelahirannya

Bagi salah satu desainer fesyen muslim yang tengah naik daun ini, kumpul keluarga menjadi momen yang sangat dirindukan ketika merayakan hari raya Idul Fitri.

Sama seperti mayoritas orang lainnya, tradisi kumpul bersama keluarga di hari raya Idul Fitri menjadi tradisi yang dilakukan perempuan berdarah Minang ini. Saat momentum itu terjadi, ia dan seluruh keluarga besarnya yang tinggal di berbagai daerah akan mudik dan berkumpul bersama di rumah keluarga di Kota Padang.

Menurut Ria, momentum yang sangat ditunggu-tunggunya ini rutin dilakukan setiap hari pertama lebaran. “Keluarga di seluruh Indonesia biasanya berkumpul di Padang,” ujarnya saat dijumpai.

Desainer berusia 28 tahun yang juga merupakan duta label salah satu label kosmetik lokal ini mengatakan makanan Padang adalah menu wajib keluarga di hari besar tersebut.

Namun, sayangnya, tahun ini keluarga kecil Ria akan sedikit terlambat untuk merasakan momentum tersebut. Seperti yang diakuinya, hari pertama lebaran esok, Ria dan buah hatinya, Askana Katyaluna Rosadi, akan mengikuti imam mereka untuk berlebaran di kota kembang Bandung.

“Hari pertama ke Bandung, hari keduanya baru ke Padang. Tapi yang paling ditunggu-tunggu itu ya hari pertamanya,” tuturnya sedikit menyayangkan harus tertinggal momen favoritnya saat lebaran.

Kota Padang rupanya tak hanya menjadi titik temu keluarganya untuk berkumpul saat hari raya. Kulinernyapun selalu menjadi tradisi dalam keluarga Ria. Sebut saja lontong sayur Padang, pecel Padang dan ketan sarikayo yang wajib menjadi hidangan saat momentum melepas rindu saat momentum kumpul keluarga.

Begitu besar cintanya pada kampung halaman, Ria kemudian menuangkan kerinduannya dalam busana koleksi muslim edisi Idul Fitri terbaru yang diberi nama Gadih. Menurut Ria, gadih berasal dari bahasa Minang yang berarti gadis.

Pemilihan nama ini diakui Ria terinspirasi dari sosok gadis di Minang yang santun, pandai menenun, pandai mengaji, memasak, namun tetap bisa mengurus anak dan bekerja. “Sosok keibuan seorang muslimah di minangkabau, itu yang menjadi inspirasinya,” urai ibu dari anak berusia dua tahun.

Koleksi terbaru ini hadir dengan perpaduan warna songket tradisional dan warna pastel yang lebih variatif dengan penggunaan bahan yang ringan seperti organza, sifon, sutra dan satin. Teknik yang digunakan pun sedikit lebih menantang karena melibatkan bordir dan sulaman Padang nan indah dan memiliki tingkat kesulitan tinggi.

Tidak mendapat dukungan orangtua

Perempuan yang terkenal dengan rancangannya yang didominasi warna-warna pastel dan nuansa feminin ini mengaku hobinya merancang pakaian ini semula tidak didukung orangtuanya. “Dulu sempat gak didukung orangtua. Soalnya kalau sekolah mode itu kan gak ada degree-nya, orangtua melihat kalau gak S1, itu namanya gak kuliah,” ujarnya.

Meski sedih, Ria pun menuntaskan pendidikannya di Universitas Andalas, Padang. Selepas mendapat gelar sarjana, ia diizinkan orangtuanya merantau ke Jakarta untuk sekolah mode di ESMOD.

Di sana, ia mendapatkan ilmu banyak tentang mode dan merasa hasratnya menjadi seorang desainer meningkat. Ria Miranda fokus dengan apa yang diinginkannya, sehingga menjadi seorang desainer yang mumpuni di Indonesia.

Lambat laun, orangtua Ria Miranda luluh dengan melihat prestasi gemilang dari segi bisnis fashion digeluti. Hingga akhirnya, kedua orangtuanya mendukung penuh apa yang dilakukannya sekarang. “Akhirnya mereka melihat aku sekarang. Alhamdulillah mendukung penuh dan sering beri aku semangat dalam membangun bisnis di dunia mode,” imbuhnya.

Selain orangtua dan keluarga yang mendukung, Ria juga menemukan a lifetime partner. Begitu istilah untuk sang suami, Muhammad Pandu Rosadi.

Sejak berkenalan pada 2010, Pandu yang ketika itu bekerja di sebuah perusahaan multinasional sudah menjadi kawan diskusi Ria untuk menggali ide-ide baru, terutama menyangkut aspek bisnis mode. Pada usia 25 tahun, Ria menikah dengan Pandu.

Menjelang kelahiran putri mereka, Juni 2012, Pandu mundur dari pekerjaan yang sudah mapan dan total mendukung Ria mengelola rumah mode ”riamiranda”. Dengan begitu, Ria bisa lebih mengerahkan energi untuk menggarap aspek kreatif, sedangkan sang suami lebih banyak menangani bisnis.

Karir cemerlang menanti

Ria memulai karier sebagai fashion stylist di majalah Noor, lalu terjun sebagai fashion designer yang mengkhususkan pada busana muslim. Dia menjadi salah seorang founder dari Hijabers Community, komunitas pertama yang berbasiskan muslimah muda.

Ria pernah meraih Favorite Designer Award pada Indonesia Creative Week 2013, dan Trendsetter Fashion Muslim melalui Hoodie Blouse pada 2011. Dia juga seorang penulis dari dua buku fashion muslim berjudul Inspiration by Riamirandafounder dan pengajar di Fashion Design Class (FDC) dan fashion contributor di majalah muslimahLAIQA.

Sebagai desainer busana muslim yang tergabung dalam Asosiasi Perancang dan Pengusaha Mode Indonesia (APPMI), Ria memiliki karakter kuat dan khas dalam setiap rancangannya. Tampil beda dari desainer yang lain, Ria memilih konsep yang kasual dan simpel tanpa mengurangi sisi elegan dan girly.

Dengan tangan dingin dan ketelitiannya terhadap detail, Ria telah menjadi favorit perempuan muslim muda dan tengah merambah ke pasar internasional. Kelihaiannya dalam memadu-madankan warisan dan tradisi Minangnya dengan sentuhan modern juga menjadi kelebihan Ria.

 

 

NAMA Ria Miranda
LAHIR Padang,15 Juli 1985
PROFESI Desainer busana muslim
ALMAMATER Fakultas Ekonomi Universitas Andalas, Padang, lulus 2006, Sekolah Mode ESMOD, lulus 2008