Cyberchondria, Ketika Internet Jadi ‘Dokter’ [deconstructors]

Cyberchondria, Ketika Internet Jadi ‘Dokter’

PinkKorset.com – Lebih suka mencari tahu di internet saat merasakan gejala kesehatan, ketimbang berkonsultasi dengan dokter? Jika ya, Anda mungkin termasuk Cyberchondria.

Cyberchondria adalah mereka yang semakin cemas setelah mencari tahu lebih lanjut tentang ‘gangguan’ kesehatan yang dialaminya. Menurut Thomas Fergus, asisten profesor psikologi di Universitas Bayler, penderitan terus melakukannya.

“Meski terus dilanda kecemasan. Bahkan, frekuensi mencari tahunya jauh lebih sering ketimbang sebelumnya,” katanya.

Penderita Cyberchondria terus meyakinkan dirinya, bahwa gejala apapun itu merupakan penyakit serius semacam ebola atau tumor otak.

Jumlah penderita Cyberchondria tak main-main. Sebuah penelitian pada 2009 lalu di Microsoft menemukan, hampir 40% orang lebih cemas setelah mencari tahu gejala mengenai gangguan kesehatan yang dirasakannya melalui internet.

“Internet berpotensi meningkatkan kecemasan, terutama untuk mereka yang tak punya pelatihan medis atau hanya tahyu sedikit,” ujar para penulis penelitian tersebut. Lalu apakah Anda termasuk kategori Cyberchondria? Berikut ciri-cirinya.

Anda bergegas Googling ketika menemukan satu gejala gangguan kesehatan, untuk mencari tahu lebih jauh mengenai gejala tersebut. Orang yang sering cemas memang cenderung lebih waspada dan peka terhadap ‘gejala-gejala’ aneh.

Cemas sih boleh-boleh saja, tapi jika berlebihan dan kemudian memilih internet sebagai ‘dokter’ tak bisa dibenarkan. Ada baiknya menunggu dulu satu-dua hari untuk melihat apakah gejala itu sementara atau tidak.

Penjelasan dari satu sumber juga takkan diterima, akhirnya Anda membuka berbagai macam situs untuk menjawab rasa penasaran. Bukannya lebih baik, rasa cemas malah meningkat dan berpotensi memberi sugesti seolah Anda benar-benar sakit.

Wajar saja mencari di internet. Tapi bagi Cyberchondria, pencarian terus dilakukan meski sudah cemas luar biasa dan bahkan ketakutan. Semakin mencari, mereka semakin yakin sedang mengidap penyakit mengerikan.

Gejala samar-samar pun sudah diasumsikan sebagai gejala serius. Padahal, bisa saja janya gejala ringan yang akan hilang dengan sendirinya. Biasanya, juga menganggap dirinya sedang mengidap penyakit serius yang sedang ramai diberitakan.

Pencarian inipun akhirnya menjadi aktivitas utama. Kegiatan lain seperti sekadar menonton televisi atau berinteraksi dengan orang lain, sudah dilupakan. Internet menjadi satu-satunya sumber terpercaya, mengalahkan dokter.

Cyberchondria lebih suka berasumsi menderita penyakit tertentu, dibandingkan kemungkinan bahwa mereka hanya sekadar takut. Mereka tidak menyukai ketidakpastian mengenai kondisinya.

Sumber pengatahuan kesehatannya hanya internet semata. Sayang sekali, padahal dokter yang bisa menjelaskan dengan lebih baik dan terperinci, harusnya bisa lebih dipercaya.