PinkKorset.com, Jakarta – Seiring perkembangan jaman, Jakarta sebagai ibukota negara, turut bersalin rupa.
Peertumbuhan ekonomi, pertambahan penduduk, peningkatan teknologi membuat Jakarta bertambah padat, modern, riuh, canggih, dan juga semrawut.
Dibandingkan dengan beberapa dekade silam, inilah wajah terkini Jakarta yang diambil pada hari jadinya ke 487.
-
-
Simpang Pangeran Jayakarta — Mangga Dua –Tidak ada sisa sama sekali dari perempatan yang termasuk sibuk di Jakarta Utara ini. Semua peninggalan kolonial Belanda telah dibongkar untuk pelebaran jalan untuk memperlancar arus di kawasan Mangga Dua yang selalu macet.
-
-
Mesjid Istiqlal — Mesjid ini didirikan oleh Presiden Soekarno pada 1961-1978 di lokasi yang dulunya bernama Wilhelmina Park dengan reruntuhan benteng Belanda yang ada di taman itu. Berlokasi tepat di dekat pusat pemerintahan, Mesjid Istiqlal dibangun karena dinilai strategis, dekat dengan Istana Presiden, Gereja Katedral dan Gereja Immanuel serta alun-alun kota yang nantinya menjadi Monas.
-
-
Pasar Senen — Dibuat oleh Yustinus Vinck pada 1733. Setelah zaman kemerdekaan hingga 1975, Senen menjadi pusat perdagangan terkemuka di Jakarta. Pada periode 1960-1970, beberapa toko di atas telah lenyap atau berubah kepemilikan.
Pada masa kepemimpinan Ali Sadikin, pemerintah melakukan revitalisasi kawasan Senen, dengan membangun Pusat Perdagangan Senen atau yang lebih dikenal dengan Proyek Senen. Pembangunan Proyek Senen diikuti dengan pasar inpres dan Terminal Senen. Melengkapi Proyek Senen, pada 1990 dibangun pula super blok modern, Atrium Senen.
-
-
Gereja Koinonia, Jatinegara — Bangunan yang terletak strategis di pojokan Jalan Jatinegara Barat dan Jalan Matraman Raya ini konon dulunya pernah menjadi stasiun trem dan dibangun pada 1911-1916.
Sempat berubah nama menjadi Gereja Bethel dan sekarang menjadi Gereja Koinonia berarti “Persekutuan” (bahasa Ibrani). Kompleks gereja yang berada di ujung Jalan Matraman ini merupakan gereja pertama di Kawasan Timur Batavia, saat Meester Cornelis membuka kawasan ini (1881-1918).
Arsitekturnya bergaya vernacular, dengan penerapan gable Belanda dan salib Yunani pada pediment tympanium. Hingga kini, gereja ini masih digunakan untuk kebaktian.
-
-
Tugu Monas — Landmark Jakarta yang baru selesai sekitar 1975 ini mulai dibangun sejak 1961 di bekas lapangan Ikada atas inisiatif Presiden Soekarno. Masih terlihat suasana Monas waktu itu yang masih bersih, belum dipagari dengan jalanan masih sangat lengang. Sangat jauh berbeda dengan kondisi saat ini yang sudah dipagari. Jalanan sekiitarnya pun padat kendaraan.
-
-
Jalan Gajah Mada — Jalanan yang dulunya bernama Molenvliet ini terkenal dengan Hotel Des Indes. Rute trem yang melintasi kawasan ini merupakan akses utama dari kawasan Kota Tua ke wilayah Weltreveden (Lapangan Banteng), kawasan hunian baru orang-orang Belanda di Jakarta. Saat ini, Jalan Gajah Mada sudah padat kendaraan bermotor dan menjadi tempat bisnis dan pertokoan Duta Merlin.
-
-
Klenteng Petak Sembilan — Dibangun sekitar 1650, Klenteng Petak Sembilan merupakan salah satu klenteng tertua dan sangat terkenal di Jakarta. Terletak tidak jauh dari Glodok, klenteng ini juga dikenal dengan nama Klenteng Jin de Yuan.
-
-
Gedung PLN, Menteng — Gedung kuno dengan atap menyerupai piramida yang sangat unik dan artistik ini dulunya merupakan kediaman resmi presiden Perusahaan Gas Hindia Belanda, yang menyuplai gas dan listrik sejak 1861.
Setelah dibangun menjadi gedung pada 1897, tempat yang merupakan bagian dari gedung PLN Area Pelayanan Menteng, Jakarta, itu hingga kini masih berdiri kokoh.
Bila Anda melintas dari Tugu Tani menuju Stasiun Gambir, Jakarta Pusat, gedung yang menjadi monumen kejayaan ketenagalistrikan di Pulau Jawa ini ada di kanan jalan.
-
-
Tugu Pancoran — Tugu yang dirancang oleh Edhi Sunarso sekitar 1964 – 1965 ini berada di kawasan Pancoran, Jakarta Selatan, tepat di depan kompleks perkantoran Wisma Aldiron Dirgantara yang dulunya merupakan Markas Besar TNI Angkatan Udara.
Posisinya strategis karena merupakan pintu gerbang menuju Jakarta bagi para pendatang yang baru saja mendarat di Bandar Udara Halim Perdanakusuma. Pada masa lalu jalanan masih sangat lengang, hanya satu dua gedung yang nampak, jalan tol pun belum dibangun. Sangat kontras dibandingkan kondisi saat ini yang tidak pernah sepi dari dari kendaraan.
-
-
Jalan Pintu Kecil — Ruko-ruko Tiongkok lama sudah banyak yang hilang. Kawasan yang dulunya merupakan kediaman etnis Tionghoa ini berada tepat di luar kastil lama Belanda. Saat ini, kawasan tersebut tetap ramai oleh perdagangan dan padat kendaraan.
-
-
Jalan Kali Besar Timur — Jalanan yang pada masa lalu banyak berdiri bangunan kantor dan tempat bisnis, sekarang menjadi bagian dari kota tua yang letaknya tidak jauh dari Museum Bank Indonesia dan Museum Sejarah Jakarta. Di sebelah kiri masih terdapat jalur trem, namun kini berubah menjadi pedestrian.
-
-
Balai Kota Lama/ Museum Jakarta — Gedung yang dibangun dari 1707-1710 ini awalnya dinamakan Staadhuis atau “Balai Kota”. Namun, fungsinya pada jaman kolonial tidak hanya sebagai Balai Kota, namun juga kantor Dewan Urusan Perkawinan, Kantor Balai Harta (Jawatan Pegadaian) dan kantor Pengadilan (Raad Van Justitie).
Oleh karena itu gedung Staadhuis dikenal juga sebagai Gedung Bicara. Bekas Gedung Balai Kota ini sekarang menjadi Museum Sejarah Jakarta .
-
-
Pasar Baru — Kawasan belanja yang popular sejak jaman Belanda ini dibangun sejak awal 1800-an. Dan kini telah dipercantik dengan gerbang yang mewah dan jalan yang diperuntukkan untuk pejalan kaki.
-
-
Jembatan Ayam — Jembatan yang awalnya disebut Engelse Burg atau “Jembatan Inggris”ini pada 1628-1629 rusak karena penyerangan Banten dan Mataram.
Setelah dibangun kembali oleh Belanda pada 1630, namanya berubah menjadi Hoenderpasarburg atau “Jembatan Pasar Ayam”. Namanya diambil dari Pasar Ayam Besar yang ada didekatnya di ujung utara Kali Besar Barat (abad ke-18).
Pada abad ke-17 kapal-kapal masih dapat berlayar lebih jauh ke arah hulu Sungai Ciliwung. Maka jembatan gantung yang juga dikenal sebagai groote boom (batang besar) itu kadang-kadang perlu ditarik ke atas.
Setelah Proklamasi Kemerdekaan berubah menjadi “Jembatan Kota Intan” sesuai dengan nama lokasi setempat. Meski masih ada hingga kini, rangka jembatan yang semula terbuat dari kayu sudah diganti dengan baja. Ini adalah jembatan paling utara dan satu-satunya yang tersisa di Jakarta.
-
-
Stasiun Jatinegara —
Stasiun ini berdiri 1910 dan diperkirakan dirancang oleh arsitek Ir. S. Snuyff, kepala sementara Biro Perancang Departemen Pekerjaan Umum. Stasiun yang didirikan oleh Meester Comelis ini terletak di kedua sisi Sungai Ciliwung, dan terkenal sebagai kawasan mandiri sejak 1935.
Mulanya, stasiun ini dinamakan Rawa Bangke, sebutan untuk rawa-rawa yang terletak di dekatnya. Lalu menjadi Stasiun Meester Comelis dan setelah kemerdekaan menjadi Stasiun Jatinegara. Stasiun ini merupakan pertemuan tiga jalur, yaitu ke Pasar Senen, ke Manggarai, dan ke Bekasi. Setiap harinya stasiun ini dilewati sekitar 350 kereta api yang mengarah ke Jawa Tengah dan Jawa Timur.
Sumber : KITLV, Panoramio, Wikipedia, Scott Merrillees, Tropen Museum