Materialisme Membuat Anda Tidak Bahagia Foto: Jaihoon

Materialisme Membuat Anda Tidak Bahagia

PinkKorset.com, Jakarta –  Banyak uang memang mempermudah hidup. Namun, benarkah banyak uang juga berarti banyak masalah?

Dibandingkan 55 tahun silam, masyarakat Amerika hari ini memiliki dua kali mobil pribadi lebih banyak dan makan keluar dua kali lebih sering. Tapi hal itu tidak lantas menjadikan mereka bahagia.

Alih-alih meningkatkan level kesejahteraan, justru utang kartu kredit semakin membengkak dan barang-barang yang dibeli secara kompulsif semakin menumpuk .

Masa liburan menjadi momen besar, dimana budaya konsumtif dimanjakan. Memang, hiruk pikuk belanja memang mencerminkan kondisi masyaarakat saat ini.

Sampai batas tertentu , partisipasi dalam budaya konsumtif dan memiliki harta benda adalah wajar. Namun, secara berlebihan, materialisme dapat merampas kesejahteraan, hubungan dan kualitas hidup Anda.

Berikut enam hal yang harus Anda tahu tentang psikologi konsumtif dan strategi untuk lari dari jeratan materialisme .

1.      Budaya konsumtif merugikan kesejahteraan Anda

Menurut American Psycological Association, tingkat kesejahteraan warga Amerika menurun sejak 1950-an, sedangkan konsumsi meningkat.

David G. Myers, penulis buku The American Paradox: Spiritual Hunger in an Age of Plenty mengatakan, kondisi manusia saat ini yang jauh lebih baik dari empat dekade sebelumnya, belum diimbangi dengan peningkatan kesejahteraan.

“Dibandingkan dengan nenek kakek mereka, kehidupan orang dewasa muda saat ini telah tumbuh dengan kemakmuran lebih besar, namun mereka justru kurang bahagia, lebih berisiko depresi serta mengalami patologi sosial,” ujarnya.

Nilai materialistik yang mendukung budaya konsumtif pantas disalahkan. Mereka yang mengejar kekayaan cenderung merasa kurang puas dan mengalami emosi positif lebih rendah tiap harinya. Sedangkan kepuasan hidup, di luar dugaan, justru terkorelasi dengan hal-hal yang memiliki nilai materialistis lebih rendah.

 

2.      Nilai-nilai materialistis dikaitkan dengan kepribadian A

Tipe kepribadian berdasarkan tingkat stres dan kegelisahan dibagi dua, yakni tipe A dan tipe B. Orang dengan kepribadian tipe A biasanya memiliki level stres lebih tinggi. Sedangkan tipe B biasanya lebih sabar.

Bila Anda sangat ambisius dan kompetitif, bisa jadi Anda juga lebih materialistis. Riset dari Australia pada 1990 menemukan bahwa nilai materialisme dan definisi sukses berdasarkan kekuasaan, biasanya mengacu pada kepribadian tipe A, termasuk sifat kompetitif dan agresif. Studi yang dipublikasikan di Journal of Pacific Rim Psychology menunjukkan bahwa keinginan untuk mengumpulkan kekayaan dan menguasainya termasuk dalam kepribadian tipe A.

 

3.      Uang tidak bisa membeli kebahagiaan

Hasil penelitian mengungkapkan tidak ada korelasi langsung antara pendapatan dan kebahagiaan. Ketika kebutuhan dasar terpenuhi, kekayaan hanya akan membuat perbedaan kecil antara kesejahteraan dan kebahagiaan. Faktanya, orang-orang kaya justru lebih mudah terkena depresi.

“Kegagalan penambahan kekayaan dan konsumsi untuk membantu kehidupan memuaskan mungkin argumen paling fasih untuk mengevaluasi kembali pendekatan kami saat ini untuk konsumsi,” menurut laporan konsumsi 2011 Worldwatch Institute.

Meskipun ada yang mengatakan ada hubungan antara pendapatan yang lebih tinggi dan peningkatan kepuasan hidup. Tapi bukan uang itu sendiri yang menyebabkan ketidakpuasan, melainkan perjuangan terus-menerus untuk kekayaan dan kekuasaan lebih besar yang terkait dengan ketidakbahagiaan.

 

4.      Materialisme bisa merusak hubungan

Menurut penelitian yang dipublikasikan ke Journal Of Couple & Marriage Therapy, materialisme kerap terkait dengan kehidupan pernikahan yang tidak bahagia.

Penelitian menunjukkan, lebih dari 1700 pasangan dengan materi lebih banyak, memiliki kualitas pernikahan yang rendah, dibanding pasangan dengan materi lebih sedikit. Orang-orang materialistis juga biasanya memiliki kualitas sosial dan empati yang lebih sedikit, baik terhadap orang lain maupun lingkungan.

Studi sebelumnya menemukan bahwa siswa dengan ekstrinsik dan materi lebih tinggi, cenderung memiliki kualitas hubungan lebih rendah, dan kurang terhubung dengan orang lain.  Orang materialistis juga biasanya kurang memiliki kualitas pro-sosial dan empati, baik terhadap orang lain dan lingkungan.

 

5.      Budaya konsumtif memicu kepribadian narsis

Beberapa psikolog menemukan bahwa kebudayaan konsumtif mempengaruhi berkembangnya perilaku dan kepribadian narsis seseorang. Tim Kaser, psikologi yang menulis buku The High Price of Materialism mengatakan hal ini muncul karena seseorang itu terlalu terekspos pada pemujaan konsumsi.

Kepribadian narsis biasanya ditunjukkan dedngan sifat arogan, dan sangat prihatin dengan masalah kecukupan pribadi, pencarian kekuasaan dan prestise untuk menutupi perasaan batin yang kosong dan rendah diri.

“Jadi tidak mengherankan untuk menemukan bahwa siswa dengan kecenderungan materialistik yang tinggi pada ukuran standar narsisme, setuju dengan pernyataan seperti” Saya lebih mampu daripada orang lain … “Saya berharap suatu hari nanti seseorang akan menulis biografi saya. ‘”

 

6.      Konsumerisme didorong rasa tidak aman, yang diungkapkan secara sadar

Penelitian menunjukkan bahwa materialisme didorong oleh rasa tidak aman. Sebuah penelitian yang diterbitkan dalam jurnal Psychology And Marketing pada 2002 menemukan bahwa mereka yang meragukan diri sendiri dan keberadaannya, cenderung lebih materialistis.

Konsumerisme yang telah menjadi agama modern,  cenderung memanfaatkan ketidakamanan ini dan menggunakannya untuk menjual produk .

” Dalam arti praktis , konsumerisme adalah sistem keyakinan dan budaya yang mempromosikan bahwa konsumtif adalah jalan menuju perbaikan diri dan sosial, ” Stephanie Kaza , profesor Lingkungan di University of Vermont dan praktisi aliran Budha, dalam buku Tricycle : The Buddhist Review. ” “As a dominant cultural force, consumerism offers products to address every dissatisfaction.”

 

 

Jadi apa solusinya?

Pikiran yang fokus pada kesadaran saat ini, yang dapat dilatih melalui meditasi dan praktek kontemplatif, mungkin menjadi obat efektif untuk konsumsi kompulsif.

Definisi kolektif dari American Dream perlahan mulai berubah dari materialisme ke ide tentang hal-hal yang berarti untuk menjalani kehidupan lebih baik. Menurut studi LifeTwist 2013, hanya seperempat warga Amerika yang masih percaya bahwa kekayaan menentukan keberhasilan.

Tren yang berkembang dan semakin mapan saat ini adalah warga Amerika menempatkan prioritas lebih besar untuk kehidupan yang memuaskan, dimana kekayaan bukanlah faktor penting.