Prospek Menarik Bisnis Jajanan Jepang Foto: PinkKorset/ Merida

Prospek Menarik Bisnis Jajanan Jepang

PinkKorset.com, Jakarta – Tak hanya nikmat, jajanan ala Jepang ternyata memiliki prospek bisnis menarik.

Sebut saja jajanan seperti takoyaki, okonomiyaki, ramen dan sushi. Nama-nama tersebut sudah tak asing lagi di telinga, seiring merebaknya tempat makan ala Negeri Sakura di kota-kota besar Indonesia.

Jajanan yang tadinya cukup mahal dan hanya bisa dinikmati oleh kalangan menengah ke atas, kini sudah merambah ke booth-booth mini, dengan harga yang cukup ramah dengan kantong. Berbagai inovasi rasa yang menyesuaikan dengan lidah masyarakat Indonesia, juga menjadi alasan, mengapa jajanan ini kian digemari.

Besarnya animo masyarakat tersebut telah memikat Willy untuk terjun ke bisnis ini. Ia mengaku prospek bisnis jajanan Jepang sangat menjanjikan.

“Kami menjual berbagai makanan Jepang mulai dari takoyaki, okonomiyaki, ramen, sushi, yakitori, yakisoba, kakigori dan onigiri. Prospeknya bagus,” ujar Willy kepada PinkKorset.com.

Dengan harga yang dibanderol cukup murah, yakni Rp15-20 ribu seporsi, hampir semua jenis jajanan Jepang dagangannya diburu konsumen. Namun, okonomiyaki menjadi salah satu favorit pengunjung.

ramen

Okonomiyaki, makanan Jepang berupa goreng tepung dengan kol ditambah isi, seperti daging sapi, kerang, cumi-cumi, atau udang yang diletakkan sebagai topping.

Namun, Willy lebih memilih menjual jajanan Jepang ini dengan membuka booth dalam sebuah event, ketimbang membuka restoran. Selain menghemat biaya dan waktu, laba yang diperoleh berkali-kali lipat lebih banyak.

Jadilah ia berkeliling dari satu event ke event lain.

“Biasanya kita cari event-event melalui online, terutama yang berbau Jepang,” ujar Willy yang memberi nama bisnisnya Hanabi.

Meski baru menekuni bisnis ini selama kurun waktu enam bulan, Willy mengaku omzet yang diperolehnya lumayan besar, Untuk event yang paling kecil kayak acara sekolah, omsetnya bisa sampai enam juta.

“Untuk acara yang paling besar seperti festival AFA (Anime Festival Asia), kita empat hari disana, dapat sekitar Rp 60 juta,” katanya.

Ke depannya, Willy berkeinginan untuk membuat produk dengan label sendiri.  Terutama mengingat dinamika bisnis yang terus berubah. “Pengennya sih bisa menciptakan produk sendiri. Meski prospeknya bagus, tapi bazar nggak bisa dipegang seterusnya,” ujarnya.