Mengenal CML, Kanker Darah Langka dan Mematikan [discovermagazine]

Mengenal CML, Kanker Darah Langka dan Mematikan

PinkKorset.com, Jakarta – Chronic Myeloid Leukimia (CML) adalah salah satu tipe kanker darah langka yang tidak diketahui pasti penyebabnya, namun memiliki efek mematikan.

Chronic Myeloid Leukemia (CML) tidak sepopuler leukemia akut atau kanker sel darah putih.

Kasus CML di seluruh dunia tercatat hanya 1-2 kasus per 100.000 orang setiap tahun. Di Indonesia sendiri tercatat 1.800 pasien terdaftar dalam program Novartis Oncology Access.

Namun, komplikasi CML memudahkan pasien terkena infeksi, thrombosis dan bahkan menyerang selaput otak. Bila tidak ditangani akan berujung pada kematian.

Bagaimana CML muncul?

CML adalah kanker darah dan sumsum tulang yang berimbas pada produksi sel darah putih berlebih.

Produksi berlebih sel darah putih abnormal dari sumsum tulang belakang didalangi protein abnormal Bcr-Abl.

kanker-darah-langka-CML

Protein atau gen ini dihasilkan oleh kromosom Philadelphia yang dibentuk oleh kromosom 9 dan kromosom 22 karena penggabungan (translokasi).

Sementara itu, kromosom Philadelphia pada pasien CML tidak diketahui asal usulnya sampai saat ini.

Dr. Hilman Tadjoedin, SpPD, K-HOM, Spesialis Hematologi Onkologi Medik mengatakan pasien CML biasanya disertai dengan gejala sangat kelelahan, berat badan turun tanpa alasan jelas, berkeringat pada malam hari, demam, sakit atau merasa penuh di bawah dada sebelah kiri.

Perut pasien CML umumnya terlihat buncit seperti busung lapar. Besarnya perut ini disebabkan oleh pembengkakkan limpa.

“Limpa bekerja keras meningkatkan pembentukkan sel darah merah untuk mengimbangi sel darah putih. Tapi, di lain pihak dia harus memberantas sel darah putih abnormal,” kata Dr. Hilman di Jakarta baru-baru ini.

Pengobatan

Pemeriksaan sel darah putih secara spesifik diperlukan untuk mendiagnosa CML.

“Fasenya terjadi bila ditemukan sel muda pada sel darah putih. Padahal sel muda hanya bisa ditemukan di sumsum tulang 1-2% dari 100 sel,” kata Dr. Hilman.

Obat yang dibutuhkan pasien CML di Indonesia meliputi Nilotinib (AMN107 atau Tasigna), Imatinib (STI-571 atau Gleevec). Kedua obat ini mampu menghambat gen Bcr-Abl dengan syarat disiplin mengonsumsi obat selama 18 bulan.

 “Diharapkan pada bulan ke-18 mencapai kurang dari 0,1%. Artinya hanya ditemukan 1 sel ganas dari 1.000 sel normal,” kata Dr. Hilman.

Sementara itu, di luar negeri obat CML bervariatif, antara lain Nilotinib, Dasatinib (BMS-354825 atau Sprycel) dan Ponatinib (AP24534 atau Iclusig). Khusus Ponatinib digunakan untuk mengobati mutasi T315i.

Meskipun terdapat obat yang mampu menyusutkan gen Bcr-Abl. Namun, kemungkinan sembuh dari CML tidak dapat dipastikan.

“Kalau tidak makan obat secara disiplin maka penyakit akan resisten dan pengobatan akan sia-sia,” kata Dr. Hilman.

Apalagi dugaan resistensi maupun mutasi gen Bcr-Abl terjadi di Indonesia. Hal ini dilihat dari jumlah pasien di Indonesia lebih muda ketimbang di luar negeri.

“Rata-rata umur pasien bule yang terkena CML 53 tahun. Tapi rata-rata di Indonesia berusia 36 tahun, ini memprihatinkan. Kami menemukan ada mutasi gen Bcr-Abl yang bersifat ganas,” katanya.

Dari penelitian terbatas pada 44 pasien di RSCM dan RS Kanker Dharmais. Dr. Hilman menemukan 7 pasien mengalami mutasi gen Bcr-Abl.

Menurutnya, kemungkinan terbesar untuk sembuh dari penyakit ini melalui cangkok sumsum tulang dengan allogeneic peripheral blood stem cell transplantation. “Syaratnya pasien berusia dibawah 40 tahun,” pungkasnya.

Sejak 2008, setiap tahun seluruh dunia memeringati Hari CML yang jatuh pada 22 September (22/9). Tanggal tersebut diambil dari kode kromosom 9 dan kromosom 22 pada CML.