PinkKorset.com, Jakarta – Berdasarkan temuan BPOM, jumlah pangan kedaluwarsa pada 2016 lebih tinggi ketimbang tiga tahun terakhir.
Setiap tahun Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) melakukan intensifikasi pengawasan obat dan makanan selama Ramadan dan menjelang Idul Fitri. Hasil intensifikasi pengawasan BPOM tahun ini (23 Mei – 29 Juli 2016) didominasi temuan pangan kedaluwarsa sebanyak 81.309 kemasan dengan nilai ekonomi Rp3,25 miliar.
Jumlah ini lebih tinggi ketimbang hasil temuan lain seperti pangan rusak 55.248 kemasan (Rp2,2 miliar) dan pangan Tanpa Izin Edar (TIE) 75.799 (Rp3 miliar). Berbeda dengan tiga tahun terakhir (2013-2015), hasil intensifikasi pengawasan pangan selama Ramadan dan jelang Idul Fitri 2016 menunjukkan pangan kedaluwarsa menjadi temuan paling banyak.
Selama tiga tahun tersebut, temuan intensifikasi pengawasan pangan BPOM selalu didominasi pangan TIE. Pada 2013 ditemukan 163.850 kemasan TIE, 11.819 rusak dan 151.381 kadaluarsa. Pada 2014 terdapat 1.324.059 TIE, 28.290 rusak dan 348.754 kadaluarsa. Sementara pada 2015 ditemukan 434.824 TIE, 51.136 rusak dan 225.538 kadaluarsa.
Hasil total intensifikasi pengawasan BPOM 2016 menemukan 5.052 item (212.356 kemasan) pangan tidak memenuhi ketentuan (TMK) dengan nilai keekonomian mencapai Rp8,49 miliar dari sarana retail dan gudang importir. Jenis pangan TIE paling banyak ditemukan adalah jenis pasta, ikan kaleng, kopi, daging, bumbu, dan permen yang berasal dari Batam, Medan, Pekanbaru, Jakarta, dan Semarang.
Sementara hasil pengawasan takjil pada 2016 dari 6.613 sampel diketahui 6.145 sampel (92,92%) memenuhi syarat/MS dan 468 sampel (7,08%) tidak memenuhi syarat (TMS).
Hasil pengawasan menunjukkan, formalin menjadi bahan berbahaya yang paling banyak disalahgunakan dalam pangan. Sebanyak 203 sampel pangan mengandung formalin, 155 sampel pangan mengandung rhodamin B, 99 sampel pangan mengandung boraks dan 1 sampel pangan mengandung methanyl yellow.