Jika Salah, Mengapa Masih Selingkuh? [yourtango]

Jika Salah, Mengapa Masih Selingkuh?

PinkKorset.com – Beberapa orang tampak sulit untuk setia untuk pasangannya, meski tahu selingkuh itu salah. Lalu, mengapa mereka masih melakukannya?

Melempar kesalahan pada pasangan biasanya menjadi alasan pembenaran nomor satu yang dilontarkan oleh seorang cheater. Dia terlalu gemuk. Saya tak merasa dihargai. Saya merasa bosan dengan hubungan ini.

Apakah selingkuh selalu karena salah satu pasangan merasa diperlakukan buruk? Tidak juga. Sudah ada riset yang membuktikan, pasangan yang merasa bahagia dengan pernikahannya pun juga bisa selingkuh.

Helen Fisher yang menulis buku ‘Anatomy of Love: A Natural History of Mating, Marriage, and Why We Stray’ mengungkapkan sejumlah alasan. Ternyata, kecenderungan menyakiti seseorang yang kita cintai itu selalu ada.

Selalu Ada Yang Selingkuh

Dampak moral dan sosial terhadap perselingkuhan selalu ada, dimanapun di seluruh dunia. Menurut Fisher, manusia memang akan selalu berselingkuh. “Meski ada perasaan bersalah serta dampaknya terhadap orang-orang di sekeliling mereka,” kata Fisher.

Perselingkuhan tak bisa lepas dari sejarah manusia. Jangan anggap negara, budaya, usia, jenis kelamin ataupun agama akan membatasinya.

Mengalir Secara Biologis

Fisher menulis, suatu masa jutaan tahun lalu, nenek moyang kita memiliki strategi reproduksi ganda. Yakni penganut monogami setia serta peselingkuh ulung. Bahkan menurut riset, selingkuh memiliki tujuan penting.

“Selingkuh adalah bagian dari strategi alamiah dan cerdas untuk reproduksi, menjamin manusia untuk terus menciptakan (keturunan),” kata Fisher. Padahal di jaman modern, siapa yang mau menghamili selingkuhannya?

Monogami Seksual Bukan Hal Alami

Manusia bukanlah satu-satunya makhluk yang berselingkuh. Hanya 3% mamalia setia dan biasanya demi anak-anak, itupun masih ada yang ‘jajan’. Dalam konteks modern, Fisher mengingatkan, monogami berarti satu pasangan namun tak berarti setia secara seksual.

Monogami seksual dibentuk secara sosial. Pada jaman Revolusi Agraris, manusia menciptakannya untuk mengendalikan perempuan, melindungi properti, dan mengamankan garis darah. Ya, alasannya bukan cinta sejati.

“Di alam, kesetiaan secara seksual tidak terjadi. Setia adalah pilihan modern, tapi tak ada dalam insting alami kita,” lanjutnya.

Lalu, apakah kita bisa berharap pada cinta sejati dan kesetiaan secara seksual?

Tentu saja. Secara genetis, memang kita memiliki impuls untuk selingkuh dan orang-orang masih akan menggunakannya sebagai alasan. Tapi kita sebagai manusia, memiliki kehendak pribadi. Sebagai spesies dan individual, kita telah berevolusi.

Anda bisa memilih untuk setia. Cinta bukan dongeng. Alasan modern yang Anda ungkapkan untuk membenarkan perselingkuhan itu sebenarnya sesuatu yang dalam dan merupakan insting primitif.

“Isu terbesar di abad ke-21 adalah bagaimana kita mengendalikan hasrat-hasrat itu,” tulis Fisher. Jadikan moral sebagai kompas Anda dalam menjalin hubungan, bukan DNA.