Kemeriahan Banyuwangi Ethno Carnival 2016 [Pinkkorset]

Kemeriahan Banyuwangi Ethno Carnival 2016

PinkKorset.com, Banyuwangi – Keindahan alam, budaya dan filosofi Banyuwangi terangkum apik dalam balutan Banyuwangi Ethno Carnival 2016.

Pemerintah Kabupaten Banyuwangi kembali memamerkan keindahannya melalui Banyuwangi Ethno Carnival (BEC) 2016 yang digelar pada Sabtu, 12 November 2016 di Jalan Veteran, Taman Blambangan, Banyuwangi. Karnaval fesyen berbasis budaya Banyuwangi ini merupakan salah satu acara besar dari 53 rangkaian program event  tahunan Pemerintah Kabupaten Banyuwangi sebagai ikon pariwisata setempat.

Menginjak penyelenggaraan keenam, BEC 2016 secara khusus mengangkat tema The Legend of Sritanjung Sidopekso yang mengisahkan terbentuknya nama Banyuwangi. Legenda ini bercerita tentang kesetiaan Sritanjung, istri Patih Sidopekso.

Kesetiaan ini berubah menjadi kisah pilu ketika Sidopekso termakan hasutan Raja Sula Hadikromo yang diam-diam jatuh cinta pada Putri Sritanjung. Kekecewaan memuncak, Sidopekso murka dan membunuh istri tercintanya, Sritanjung.

Sebelum dibunuh di tangan suaminya, Sritanjung mengatakan bahwa kabar dari raja adalah fitnah. Sritanjung bersumpah di hadapan suaminya, bila tuduhan itu tidak benar maka jasadnya mengeluarkan aroma harum. Ia juga berwasiat meminta jasadnya dihanyutkan di sungai.

Betapa terkejut Sidopekso mengetahui sumpah istrinya menjadi kenyataan. Jasad Sritanjung yang dilarung ke sungai justru menebarkan wangi semerbak. Kesedihan Sidopekso mengalir bersama penyesalan abadi dalam memori air-wangi. Peristiwa ini mencetuskan nama Banyuwangi (air wangi).

Kisah ini terwujud dalam perhelatan drama tari dengan busana megah ala kerajaan masa lalu. Putri Sritanjung tampil dengan kostum elegan, selendang dan mahkota berhiaskan melati. Patih Sidopekso terlihat kuat dan tangguh dengan balutan busana berwarna merah dan hitam. Sedangkan Raja Sula Hadikromo mengenakan pakaian kebesarannya yang didominasi warna biru

Drama tari Sritanjung Sidopekso dibuka dengan tarian Gandrung Kolosal pada pukul 13.00 WIB. Kemudian 150 penari cilik BEC berlenggak-lenggok lucu membawakan busana yang menggambarkan kekayaan flora dan fauna zaman Kerajaan Blambangan. Lalu, dilanjutkan parade talent utama BEC. Mereka tampil diiringi musik hasil kolaborasi musisi tradisional Banyuwangi dan modern.

Suasana semakin meriah ketika parade kostum bamboo handycraft khas Gintangan melenggang mengelilingi kota sejauh dua kilometer dari Taman blambangan – Jalan Veteran – Susuit Tubun – Masjid Agung Baiturrahman – PB Soedirman – Jl. A Yani hingga depan kantor Pemkab Banyuwangi.

BEC 2016 ditutup dengan parade kostum Gandrung dan Barong yang dikenakan Putri Pariwisata Indonesia 2016, Dhika Faradhiba.

Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas mengatakan, kendati BEC sekilas serupa dengan Jember Fashion Carnaval (JFC) tetapi sesungguhnya sangat berbeda. JFC menekankan detail dan ketelitian yang mengangkat tema dunia serta dikerjakan tim event organizer.

“BEC justru dikerjakan teman-teman PNS dan partisipasi publik degan membawa tema lokal (Banyuwangi) untuk dibawa ke dunia,” ujarnya saat acara Banyuwangi Ethno Carnival di Banyuwangi, Sabtu (12/11/2016).

Perbedaan dan keunikkan event ini tanpa disadari telah mendapat sorotan dunia. Penyelenggaraan BEC kelima pada 2015 silam berhasil mendapat penghargaan pariwisata dunia peringkat pertama dari Badan Pariwisata Perserikatan Bangsa-Bangsa UNWTO Award ke-12 kategori inovasi bidang kebijakan publik di Madrid Spanyol.

BEC juga bagian konsolidasi sejarah, tambah Anas, penyelenggaraan event ini mengangkat tema lokal dan memberikan kesempatan bagi rakyat dan anak-anak untuk menampilkan kreativitas mereka. Seperti BEC tahun lalu yang mengangkat tema Barong Osing, barong khas Banyuwangi.

Belum Ada Berita Terkait