Kunci Sukses ala Bos Advertising [swa]

Kunci Sukses ala Bos Advertising

PinkKorset.com, Jakarta – Bermula dari tukang foto keliling, Adji Watono kini menjadi bos advertising. Ingin tahu kisah perjuangannya?

Bagian sebagian orang, menjadi seorang pemimpin bisnis besar adalah sebuah impian. Begitu pula dengan Adji Watono, putra Kudus yang memiliki mimpi besar. Ia sadar, perjalanan mencapainya bakal panjang dan tak boleh mudah menyerah.

Adji menjalani kelas 5 SD di Asrama Pangudi Luhur Ambarawa, Semarang dan tinggal terpisah dari orangtuanya hingga SMP. Ia harus pindah karena sang ayah tak suka Adji bergaul dengan anak-anak pasar Kliwon di kawasan tempat tinggalnya.

Setelah tamat SMP, Adji kemudian melanjutkan sekolah di SLTA St. Yosef di Solo dan lulus pada 1696. Dia kemudian berangkat ke Jerman untuk meneruskan pendidikan setelah berkuliah di Satya Wacana Salatiga selama setahun.

Mengaku tak pandai, Adji meminta teman berotak encer, Tong Hai, untuk membantu mengurus administrasi ke Jerman. Tong Hai tidak melanjutkan pendidikan dan membantu usaha ayahnya sehingga ijazahnya tak bisa dimanfaatkan.

Tiket pesawat dan biaya hidupnya pun didapat dari tabungan ayahnya dan penjualan karung bekas. Ia hendak terbang ke Jerman Barat, belajar fotografi di Adolf Lazi Professional Photography School, Stuttgart pada 1975.

Ketika itu, jangankan Jerman, Jakarta saja Adji tak tahu. “Tapi saya bertekad harus berhasil, gak mau pulang kere lagi,” tuturnya saat meluncurkan buku biografi sekaligus ulang tahun Dwi Sapta ke-35 di Jakarta, beberapa waktu lalu.

Di Karlsruhe, Jerman, Adji menumpang di rumah teman untuk menghemat. Namun ia harus kursus bahasa Jerman sebelum ikut tes perguruan tinggi. Adji pun ngekost di Arolsen, tempat satu-satunya kursus berada, berjarak 90 km dari Karlsruhe.

Selama kursus bahasa, Adji jadi supir truk ekspedisi dan mengantar makanan dari dapur ke kamar-kamar rumah sakit. Uangnya masih belum cukup. Ia bekerja menyerok salju di suhu minus 10 derajat Celsius dan sempat menjadi kuli angkut.

Dua tahun Adji berjuang sendirian, bekerja sambil kuliah. Sepulangnya ke Tanah Air, Adji menikah dan mendirikan usaha studio fotografi bernama Dwi Sapta. Nama tersebut diambil dari rumah bernomor 27 yang dibelinya di kawasan Jakarta.

Bermodalkan Rp165 juta hasil menjual rumah ayahnya di Kudus pada 1981, Adji mengembangkan Dwi Sapta menjadi biro iklan. Perlahan, bisnis berkembang. Ia menggaet creative director dan copywriter ternama, Samuel dan Tagore.

Krisis ekonomi melanda pada 1998, Adji terpaksa menjual rumah dan mobil untuk menutup kerugian. Ini ia lakukan agar tak perlu memecat karyawan. Bahkan, Adji membeli spot iklan di televisi nasional.

Kini, Dwi Sapta Group memiliki beberapa anak usaha dan masuk dalam kelompok Top 5 Agency berdasarkan billing commitment di stasiun tv dan media cetak. Kisahnya ini kemudian tertuang dalam buku biografi yang ditulis Agung Adiprasetyo.

Buku bertajuk ‘Kisah Sukses Tukang Foto menjadi BOSS Advertising: Pengalaman 35 tahun Membangun Dwi Sapta’ ini banyak membongkar resep-resep dan strategi Dwi Sapta dalam membangun brand klien yang ditanganinya.

Buku setebal 306 halaman ini juga berisi kisah pribadi, pengalaman dan falsafah hidup yang mewarnai perjuangan lelaki kelahiran Kudus, 17 Mei 1950 tersebut.

Buku ini diterbitkan oleh PT Gramedia Pustaka Utama. Adji dan Agung akan melakukan roadshow ke 15 universitas di Indonesia untuk berbagi pengalaman bersama para mahasiswa.