Wariskan Budaya Tenun di Biboki [tenuntimor.blogspot]

Wariskan Budaya Tenun di Biboki

PinkKorset.com, Jakarta – Khawatir generasi muda tak lagi mewarisi budaya tenun, sebuah yayasan penenun di Biboki, Nusa Tenggara Timur (NTT) menggiatkan regenerasi.

Yayasan Tafean Pah didirikan sejak 1989 di Desa Temkessi, Kota Kefamenanu, Kabupaten Timor Tengah Utara, NTT. Suku Biboki di Temkessi sempat mendunia saat Yovita Meta beserta penenun lainnya menjadi satu dari 10 penerima penghargaan Prince Claus Award dari Belanda pada 2003.

Yayasan ini terbentuk dari keperihatinan Yovita kala melihat penduduk Temkessi yang miskin. Mirisnya, kain tenun hasil dari perempuan hanya dihargai Rp5.000 atau seikat jagung.

“Sekarang, mereka bisa mendapat sejuta rupiah lebih untuk satu helai kain tenun,” tutur Yovita saat konferensi pers Pameran Tenun di Jakarta.

Kini para perempuan penenun di sana mulai terjamin kesejahteraanya dan bisa menyekolahkan anak-anak mereka hingga ke perguruan tinggi.

Setelah mendapat hasil atas perjuanganya selama ini, Tafean Pah tak lantas puas. Mereka membuat program untuk mewariskan budaya menenun pada generasi baru.

Bekerja sama dengan Global Environment Facility-Small Grand Programme (GEF-GSP) serta SD dan SMP di Biboki dan sekitarnya, Tapean Fah membagikan satu alat tenun gratis pada setiap siswa SD atau SMP yang memiliki keinginan besar untuk menenun serta mengajari mereka.

Banyak sekolah yang merespon positif kegiatan ini, namun tak sedikit yang menolak ikut dengan dalih beragam. Tapi, kini telah tergabung 52 anak SD dan 26 anak SMP di Biboki, serta 30 anak SD di Desa lain.

Hasil dari tenunan mereka lantas dijual dan hasil penjualanya dikembalikan pada si anak dalam bentuk uang dan bahan baku tenun. Sebagian lagi dikumpulkan untuk beasiswa sekolah mereka.

Untuk satu helai kain tenun dihargai Rp25-45 ribu dengan panjang 10-20 cm. Dalam sepekan anak-anak bisa menghasilkan dua helai kain tenun.