Anggur di Indonesia Tidak Enak untuk Wine? [google]

Anggur di Indonesia Tidak Enak untuk Wine?

Kendati Indonesia memiliki tanaman anggur tetapi tidak menghasilkan cita rasa wine optimal seperti di Eropa.

Anggur di Indonesia tumbuh di wilayah beriklim tropis. Sementara wine lebih cocok menggunakan anggur yang ditanam pada iklim subtropik. Perbedaan iklim ini sangat memengaruhi kandungan gula pada anggur yang dibutuhkan dalam fermentasi wine.

Advisor Indonesia Sommelier Association Alexander H. Effendie menjelaskan, anggur untuk bahan baku wine memerlukan paparan sinar matahari yang cukup. Kemudian saat pembuahan memerlukan perubahan suhu udara yang drastis. Iklim khas subtropik ini mendukung pertumbuhan anggur yang menghasilkan kadar gula optimal.

“Kalau kebanyakan hujan kadar gula anggur drop. Walaupun hujan hanya 2-3 hari,” katanya usai pembukaan Food Festival, Jakarta Fashion and Food Festival 2018 di Jakarta, Jumat (6/4/2018).

Kandungan gula anggur yang sedikit tidak menghasilkan alkohol yang cukup untuk wine. Selain itu, rasa wine kurang manis dan terlalu asam.

Kendati anggur di Indonesia kurang cocok untuk dijadikan wine bukan berarti tidak ada wine produksi lokal. Ada dua merek wine dalam negeri yang diproduksi di Bali, yakni Hatten dan Sababay. Namun, wine lokal ini tetap sulit bersaing dengan wine produksi Eropa maupun AS. Selain faktor iklim, biaya produksi wine di Indonesia masih sangat tinggi.

Laki-laki yang disapa Alex ini memberi gambaran harga wine paling murah (tanpa botol) di Chile yang hanya 40 cent (Rp7.000) per liter. Sementara satu liter wine membutuhkan 1,5 kg anggur.

“Di sini 1 kg anggur saja enggak dapat Rp5.000,” sambungnya

Terlebih perizinan produksi minuman alkohol hanya dibolehkan di Bali. Pemerintah Daerah Bali memang mendukung usaha minuman alkohol mengingat daerahnya mengandalkan pemasukan dari pariwisata. Memang jelas jika wine produksi Indonesia juga sulit bersaing dengan berbagai kendala.

“Jadi, enggak ada solusi,” pungkasnya.