Ini Bahaya Kerusakan Saraf Tepi [healthline]

Ini Bahaya Kerusakan Saraf Tepi

PinkKorset.com, Jakarta – Kerusakan saraf tepi dapat berakhir lebih serius ketimbang kebas dan kesemutan.

Kerusakan saraf tepi ditandai gejala neuropati seperti kebas dan kesemutan ringan. Saraf tepi meliputi sistem saraf sensorik, motorik, otonom dan campuran yang bertugas merasakan sensasi rasa dan gerak organ tubuh.

Kendati sel-sel saraf dapat regenerasi tetapi sangat lambat yakni 1 mm per hari. Regenerasi sel saraf tidak akan sempurna pada kerusakan saraf total. Terlebih kerusakan saraf yang diabaikan menurunkan fungsi saraf.

Ketua Kelompok Studi Neurofisiologi dan Saraf Tepi Perdossi Pusat, dr. Manfaluthy Hakim, Sp.S(K) mengatakan, saraf dengan kerusakan lebih dari 50% tidak dapat diperbaiki, termasuk carpal tunnel syndrome (CTS). CTS parah menimbulkan nyeri dengan frekuensi sering hingga menetap.

“Rasa nyeri ini membuat fungsi tangan terbatas sehingga otot lumpuh dan mengakibatkan kecacatan,” ucapnya dalam peluncuran logo baru Neurobion di Jakarta, Selasa (31/7/2018).

Gejala neuropati berkelanjutan ditandai kulit kering, mengilap dan bersisik putih. Kemudian mati rasa akibat sel saraf rusak total.

Selain itu, neuropati yang tidak ditangani berpotensi menimbulkan luka. Luka sering terjadi pada mereka yang mengalami kebas dan kesemutan akibat kehilangan sensitivitas nyeri. Infeksi semakin parah pada pasien diabetes. Terlebih prevalensi neuropati meningkat 50% pada orang dengan diebetes.

Dr. Manfaluthy menjelaskan, neuropati dapat menyerang siapa saja. Dahulu penyakit ini menyerang orang dengan diabetes, malnutrisi dan kekurangan vitamin B. Namun saat ini banyak dialami masyarakat akibat gaya hidup sehari-hari.

Studi Klinis Nenoin (2018) menemukan, neuropati banyak ditemukan pada populasi umur 26-30 tahun akibat aktivitas terus-menerus dan berulang, termasuk menggunakan gawai (61,5%), mengendarai motor atau mobil (58,5%), duduk posisi sama dalam waktu lama (53,7%) dan mengetik dengan komputer (52,8%).

“Padahal neuropati dapat dicegah dengan perubahan gaya hidup dan konsumsi vitamin neurotropik,” sambungnya.

Medical Manager Merck Consumer Health, dr. Yoska menuturkan, penelitian Nenoin yang dilakukan Merck menemukan konsumsi vitamin neurotropik (vitamin B1, B6 dan B12) dalam Neurobion Forte selama tiga bulan menurunkan gejala neuropati secara signifikan.

“Gejala neuropati ringan sampai sedang berkurang hingga 62,9%,” ujarnya.

Studi yang telah dipublikasikan di Asian Journal of Medical Sciences 2018 ini melibatkan 411 responden di 8 kota besar di Indonesia. Masing-masing responden diberikan satu tablet Neurobion Forte per hari selama tiga bulan.

“Selanjutnya untuk menjaga atau mencegah gejala neuropati berulang dapat mengonsumsi Neurobion putih,” tutupnya.