Mengapa Cuci Darah CAPD Kurang Populer? [concordhc]

Mengapa Cuci Darah CAPD Kurang Populer?

PinkKorset.com, Jakarta – Kendati metode cuci darah Continous Ambulatory Peritoneal Dialysis (CAPD) lebih lebih ekonomis ketimbang Hemodialisis (HD) tetapi masih kurang populer.

Ketua Perhimpunan Nefrologi Indonesia, dr. Aida Lydia, PhD., Sp.PD-KGH menjelaskan, cuci darah CAPD kalah populer dibandingkan HD dikarenakan penyedia CAPD di Indonesia masih sangat terbatas, sistem distribusi yang belum siap dan rendahnya edukasi kepada pasien serta dokter.

“Kenyataan ini diperkuat data Indonesian Renal Registry (IRR) edisi 10, 2017 yang diluncurkan Pernefri pada Oktober 2018 ini,” ujarnya di sela-sela The 5th InaHEA Annual Scientific Meeting 2018 di Jakarta, Rabu (31/10/2018).

Data IRR edisi 10, 2017 menunjukkan, pertumbuhan pasien CAPD dari tahun ke tahun hanya 8%. Angka tersebut jauh lebih rendah ketimbang pertumbuhan pasien HD per tahun 40%-50%.

Terlebih lagi ketidakpopuleran CAPD juga dipicu monopoli pemasok cairan CAPD di Indonesia, Baxter. Namun, saat ini perusahaan lain, Fresenius Medical Care masih menunggu nomor registrasi dari BPOM untuk menyuplai cairan CAPD.

Studi Komite Penilaian Teknologi Kesehatan (KPTK) Kemenkes RI dan KPEKK FKM UI menemukan, CAPD lebih efisien dari segi biaya ketimbang HD.

Ketua KPEKK FKM UI, Prof. Budi Hidayat, SKM., MPPM., PhD menuturkan, fakta biaya CAPD lebih efisien dibandingkan HD dan meningkatkan kualitas hidup pasien tidak selaras dengan kenyataan.

“Saat ini jumlah pasien Gagal Ginjal Kronis hanya 3% yang menjalani CAPD dan 95% melakukan HD,” katanya.

Kini Kemenkes sedang menjalankan uji coba peningkatan cakupan pelayanan CAPD di Jawa Barat, diharapkan hasilnya muncul pada akhir tahun dan menjadi rujukan kebijakan nasional sebagai salah satu solusi pengendalian biaya HD. Melalui uji coba ini ditargetkan meningkatkan pasien CAPD dari 3% menjadi 30%.