Mengenal Kaca, Materi Pengganti Plastik

PinkKorset.com – Di tengah kampanye ramah lingkungan, kaca adalah materi yang cukup populer untuk menggantikan plastik.

Namun, apakah kaca benar-benar ramah lingkungan?

Untuk memahaminya, kita harus memahami bahwa kaca bisa terus menerus didaur ulang, kembali pada kegunaan awalnya. Kaca tidak kehilangan kualitas maupun kemurniannya, berapa kalipun Anda mendaur ulang.

Tapi tunggu, benarkah kaca didaur ulang?

Membuat kaca membutuhkan pasir. Jika Anda melihat ke penjuru dunia, pasir sepertinya bahan mentah yang tak akan habis. Pantai, gurun pasir, di dasar lautan, semua memiliki pasir. Namun, kita menggunakan pasir lebih cepat dari kemampuan planet ini untuk memperbaruinya. Kita bahkan lebih banyak menggunakan pasir ketimbang minyak bumi.

Belum lagi, tak semua jenis pasir bisa dimanfaatkan untuk membuat kaca, dan ini termasuk pasir dari gurun.

Ya. Kaca menggunakan pasir yang berada di dasar laut dan sungai. Ini berarti pengerukan berlebih akan mengganggu ekosistem air. Terutama karena ada organisme mikro yang hidup di pasir dan menjadi bagian dari rantai makanan. Mengeruk pasir dari dasar laut juga akan merugikan masyarakat yang tinggal di pinggir laut, karena mereka menjadi rentan banjir dan erosi.

Sampai di sini, tentu Anda menyadari masalah yang kita hadapi, karena tak mungkin membuat kaca tanpa pasir.

kaca

Source: Fine art

Tapi, masalah belum berhenti sampai di sini. Kita tahu kaca memiliki bobot yang lebih berat ketimbang plastik, dan tentunya lebih rentan ketika dipindahkan. Ini berarti, kaca menghasilkan emisi dan ongkos transportasi yang lebih banyak ketimbang plastik.

Selain itu, Anda pun harus tahu bila sebagian besar kaca tidak benar-benar didaur ulang.

Masalah utama adalah sulitnya mengelola sampah kaca, seperti memisahkan sesuai jenisnya dan memungut kepingan demi kepingan. Belum lagi materi seperti Pyrex yang dibuat tahan suhu tinggi sehingga tidak memungkinkan untuk didaur ulang.

Jadi, meskipun sampah kaca tidak mengeluarkan bahan kimia seperti plastik, butuh satu juta tahun bagi kaca untuk membusuk di alam dan butuh waktu lebih lama lagi jika menyatu dengan sampah lain di tempat pembuangan akhir.

Siklus Kaca

Nah, kini mari menganalisa sikus hidup kaca. Materi yang satu ini berbahan mentah sepenuhnya dari alam yakni pasir, sodium karbonat (abu soda/soda ash), batu gamping (limestone), dan kaca daur ulang. Ingat, di awal kita membahas bahwa stok pasir mulai menipis. Sebanyak 50 miliar ton pasir kita gunakan per tahun, dua kali lipat jumlah yang diproduksi seluruh sungai di dunia.

Begitu bahan mentah terkumpul, inspeksi dilakukan sebelum dilelehkan ke tungku super panas yang membutuhkan suhu 1.400-1.600 derajat Celsius. Materi tersebut kemudian diproses dan dibentuk sebelum menjadi produk akhirnya. Selanjutnya adalah transportasi untuk dicuci dan sterilisasi, baru kemudian dikirim untuk dijual atau digunakan.

Dari sini kita berharap semoga ketika tak lagi digunakan, produk-produk tersebut akan kembali didaur ulang. Sedihnya, hanya sepertiga yang terdaur ulang dan sisanya dibuang. Kaca yang didaur ulang akan mengalami kembali proses ini.

Sunday sand: Bagnold's grains - Through The Sandglass

Bayangkan keseluruhan waktu, tenaga, dan sumber daya yang dibutuhkan untuk membuat kaca. Belum lagi upaya transportasi untuk memindahkan kaca dari satu tempat ke tempat lain. Tungku-tungku besar yang dijalankan dengan bahan bakar fosil dan menciptakan polusi.

Menurut perkiraan, dibutuhkan energi rata-rata 16,6 megajoule (MJ) untuk menghasilkan satu kilogram kaca. Sementara potensi pemanasan global (global warming potential/GWP) alias perubahan iklim rata-rata adalah 1,25 MJ per satu kilogram kaca. Sebagai perbandingan, satu liter bensin setara 34,8 MJ. Tapi jika pabrik kaca menggunakan 50% kaca daur ulang, akan ada penurunan GWP hingga 10% atau menyingkirkan 2,2 juta metrik ton CO2 dari lingkungan atau setara emisi 400 ribu mobil per tahun.

Saat ini, hanya 40% kaca yang kembali didaur ulang. meskipun kaca bisa sepenuhnya didaur ulang, sayangnya banyak fasilitas yang memilih untuk menghancurkannya dan dijadikan penutup tempat pembuangan sampah. Sebab proses ini lebih murah ketimbang mendaur ulang kaca atau mencari materi penutup lainnya.

Tempat pembuangan sampah membutuhkan penutup dengan campuran kaca untuk mencegah bau, mengurangi hama dan kebakaran, mencegah pemulung, dan membatasi terbuangnya air hujan. Hal inilah salah satu penyebab kita tak bisa juga memaksimalkan pengurangan emisi.