Kamala Harris: Kebangkitan Perempuan Dunia

PinkKorset.com – Sosok Kamala Harris menjadi perhatian kaum hawa di seluruh dunia, sejak kemenangan Joe Biden dalam US Election 2020.

Unggulnya pasangan Joe Biden dan Kamala Harris dalam pemilihan presiden AS baru-baru ini mencatat sejarah baru. Terutama karena Kamala terpilih sebagai wapres AS ke-46.

Kamala adalah perempuan pertama dari kalangan kulit berwarna (people/person of color/POC) yang terpilih untuk jabatan tersebut. Ini merupakan angin segar dalam panggung politik dunia, mengingat belum ada perempuan yang berhasil melangkah sejauh itu di AS, negara yang setiap langkahnya memberi pengaruh pada pergerakan dunia.

Seperti diketahui, pada pilpres 2016 silam, pasangan Hillary Clinton – Tim Kaine harus kalah oleh Donald Trump – Mike Pence, meskipun mendulang suara terbanyak. Clinton-Kaine memperoleh 232 suara elektoral dengan 65,8 juta orang pemilih, sementara Trump-Pence meraih 306 suara elektoral dengan 62,9 juta orang. Kali ini, Biden-Harris menang telak dengan perolehan 290 suara elektoral (75,1 juta).

Namun, kita tidak akan membahas lebih jauh mengenai electoral college Amerika.

Thulasendrapuram

Kata sulit ini tampaknya sudah familiar bila Anda mengikuti perkembangan US politics. Ya, ini adalah nama desa kecil di India yang merupakan asal leluhur Kamala. Dalam US Election kali ini, warga desa tersebut tampaknya cukup serius. Tidak hanya beramai-ramai mendukung Kamala melalui doa, penduduk Thulasendrapuram ini pun turut tegang saat penghitungan suara berlangsung. Bahkan petasan terdengar sangat meriah saat Biden-Harris diproyeksikan terpilih.

Perdana Menteri India Narendra Modi tidak ketinggalan. Ia dengan sigap memberi selamat lewat unggahan di Twitter sambil menyebut bahwa kemenangan Biden-Harris merupakan terobosan dan kebanggaan besar bagi orang India-Amerika.

Bicara mengenai kaum imigran, Kamala sebenarnya adalah bagian dari demografi yang tersingkirkan di masa pemerintahan Trump. Ayahnya, Donald Harris, adalah ekonom asal Jamaika, sementara darah India ia peroleh dari ibunya, Shyamala Gopalan Harris, seorang periset kanker. Kedua orangtuanya bertemu di UC Berkeley, tempat mereka menuntut ilmu. Mereka akrab karena sama-sama bersemangat dalam pergerakan sipil yang saat itu sedang ramai.

Kamala Devi Harris sendiri lahir di Oakland, California, pada 20 Oktober 1964. Kamala berarti lotus dan merupakan nama lain untuk Dewa Hindi bernama Lakshmi, yang berarti pergerakan perempuan. Nama ‘Kamala’ disematkan seolah-olah mereka menyiapkan gadis kecil itu untuk mencapai hal besar seperti saat ini.

Kamala Harris dan ibunya [Kamala Harris, Facebook]

Jati diri yang terbentuk sejak kecil

Kamala kecil bersekolah di Thousand Oaks Elementary School saat orangtuanya sudah bercerai. Kendati tinggal di lingkungan mayoritas orang berkulit hitam dari kalangan menengah-bawah, sekolahnya berada di area mayoritas kulit putih yang makmur. Kamala sejak kecil diajarkan untuk mencintai jati dirinya. Ia sering mengunjungi gereja Baptist untuk kulit hitam serta kuil Hindu.

“Ibu saya memahami, ia membesarkan dua putri berkulit hitam. Dia memastikan kami tumbuh menjadi perempuan berkulit hitam yang percaya diri dan bangga,” tulis Kamala dalam otobiografinya.

Kamala dan adik perempuannya, Maya, Natal 1968 [Kamala Harris, Facebook]

Keluarga kecil itu kemudian pindah ke Montreal, Kanada karena ibunya mengajar di McGill University dan menjadi periset kanker di Jewish General Hospital. Di kota itulah mulai terlihat sosok Kamala yang fierce. Saat berusia 13 tahun, ia dan adiknya, Maya, sudah memimpin unjuk rasa di depan gedung apartemen mereka untuk memprotes larangan bermain di halaman.

Land of the Dream

Kamala kembali ke AS saat ia diterima di Howard University, kampus bergengsi dengan sejarah panjang tentang orang kulit hitam di Washington DC. Jurusan yang ia pilih adalah ilmu politik dan ekonomi. Kamala pun melanjutkan sekolah hukum di San Francisco. Karir hukumnya melesat, ia bergabung dengan kantor jaksa Alameda County di Oakland sebagai asisten jaksa yang fokus pada kasus terkait seks.

Kamala setelah memperoleh gelar dari Howard University [Kamala Harris, Facebook]

Pihak keluarga sempat meragukan pilihan karir Kamala, karena reputasi jaksa yang kurang baik. Kamala bergeming, ia berkata ingin mengubah sistemnya dari dalam. Pilihan itu benar dan Kamala terus melesat hingga ke puncak kalangan kejaksaan di California.

Seiring perjalanannya mengejar impian di Amerika, Kamala banyak mencetak pencapaian yang menempatkannya sebagai the first. Ia adalah perempuan kulit hitam pertama yang terpilih sebagai jaksa wilayah (district attorney) dalam sejarah California, lalu perempuan pertama yang menjadi jaksa wilayah (attorney general) California.

Salah satu pencapaian paling terkenal saat itu adalah Open Justice, platform online yang memastikan tersedianya akses bagi publik ke data-data kasus kriminal. Database ini membantu memperbaiki akuntabilitas polisi dalam mengumpulkan informasi mengenai orang yang meninggal atau terluka ketika ditahan aparat berwajib.

Kamala menikahi Douglas Emhoff, pengacara korporat di Los Angeles pada 2014. Seremonialnya dilakukan secara pribadi dan tertutup. Dua anak Emhoff dari pernikahan sebelumnya memanggil Kamala dengan sebutan Momala. Julukan itu menempel dan masuk di bio media sosial pribadi Kamala.

 

View this post on Instagram

 

A post shared by Kamala Harris (@kamalaharris)

Seolah karir hukumnya tak cukup, Kamala mulai menjejakkan kakinya ke panggung politik dan menjadi senator berdarah India-Amerika pertama. Kamala cukup vokal saat menyuarakan dukungannya untuk Barack Obama pada 2008. Dunia pun menyaksikan keturunan Asia-Amerika pertama ini terpilih menjadi cawapres dalam sebuah partai besar, dan terus melaju ke putaran pilpres, hingga akhirnya terpilih menjadi wapres perempuan pertama di AS.

Menembus batas

Anda tentu masih ingat ketika perempuan-perempuan kuat AS seperti mendiang hakim agung Ruth Bader Ginsburg (RBG) hingga Hillary Clinton menyerukan metafora breaking the glass ceiling alias menembus batasan kasat mata, yang mencegah golongan tertentu mencapai posisi tinggi. Dalam konteks ini, diskriminasi terhadap perempuan di kancah perpolitikan AS.

Beberapa negara mungkin sudah pernah memiliki pemimpin negara perempuan, salah satunya Indonesia. Tapi di Amerika, pencapaian Kamala adalah suatu hal yang luar biasa. Begitu bangganya para perempuan AS hingga mereka menangis saat Biden-Harris menang. Mendiang Ruth Bader Ginsburg tentu akan sangat bangga bila dapat menyaksikan hal ini.

Dalam pidatonya pada Sabtu (7/11/2020), saat pasangan Biden-Harris sudah menembus minimum 270 suara elektoral, Kamala berkata sedang memikirkan setiap generasi perempuan dari segala ras di Amerika yang merintis pencapaian ini untuknya dalam sejarah negara tersebut, khususnya mereka yang berjuang untuk hak memilih.

“Malam ini, saya mengingat perjuangan, keteguhan dan kekuatan dalam visi mereka. Dan saya berdiri di pundak mereka. Saya mungkin bukan perempuan pertama di pemerintahan, tapi saya takkan jadi yang terakhir,” ujarnya.

Dalam empat tahun ke depan, kita akan menyaksikan gebrakan-gebrakan lainnya dari Kamala. Jika ia sukses memainkan perannya dengan baik, bukan tak mungkin Kamala yang akan diusung sebagai presiden oleh Partai Demokrat untuk US Election 2024, mengingat usia Joe Biden saat ini yang sudah 78 tahun, banyak yang memprediksikan ia hanya akan memimpin satu periode.