Denia Putri Prameswari Foto : [PinkKorset]

Denia Putri Prameswari

“Prinsipku, percuma kalau anak-anak pintar tapi tidak berakhlak. Tidak terpakai di masyarakat.”

Wujudkan Sekolah Anak Berbasis Akhlak

Denia adalah perempuan sederhana dengan mimpi besar.

Di tengah sengitnya kompetisi intelektual di berbagai institusi pendidikan, ia justru mengusung pendidikan moral sebagai pilar utama sistem pembelajaran di sekolah yang ia bangun, Sekolah Bunga Matahari (SBM).

“Saya ingin lulusan SBM menjadi anak yang berakhlak dan tahu sopan santun. Bukan sekadar pintar membaca, menulis atau menghitung saja,” ujar Denia kepada PinkKorset.com.

Perempuan kelahiran Jakarta, 10 Desember 1990 ini memperoleh gelar sarjana psikologinya pada 2012.

Menyadari ketertarikannya pada dunia anak, tanpa ragu Denia meneruskan pendidikan dengan kekhususan Psikologi Anak Usia Dini yang ia rampungkan pada 2015.

Di tengah masa kuliah, terbersit keinginan Denia untuk memiliki taman bermain sendiri.

Sang ayah awalnya sempat meragukan. Tak mungkin seorang mahasiswi yang minim pengetahuan bisnis, hendak mendirikan sekolah. Namun semangat Denia telah berkobar. Ia percaya, kerja keras dan upaya yang tulus akan membawa hasil yang baik.

Dengan modal pinjaman, pada 2014 ia menyewa sebuah ruko di perumahan Bukit Nusa Indah, Ciputat. Di ruangan seluas 4 x 23 m, ia menyulap gedung kosong tanpa dinding menjadi ruang nyaman sebagai tempat belajar.

Kebun kosong di samping sekolah pun dimanfaatkan untuk belajar bercocok tanam, sekaligus area bermain yang menyenangkan.

“Waktu ngebangun aku yang mandorin, ngurus listrik dan segala macem aku lakuin sendiri biar lebih hemat. Para guru juga bantu beli peralatan untuk kelas,” jelasnya.

Saat proses membangun, perempuan yang memiliki saudara kembar ini masih berstatus guru di Sekolah Ibu Kelinci. Sepulang mengajar sekitar jam 3 sore, ia membenahi sekolahnya, lalu kuliah di malam hari.

Mimpi besarnya pun akhirnya terwujud ketika Sekolah Bunga Matahari pada September 2014 siap menerima siswa baru.

Perjuangan itu tak dilaluinya seorang diri. Dukungan dari keluarga, teman dan para guru yang turut berpartisipasi, memberikan kekuatan pada perempuan yang bercita-cita menjadi psikolog sejak kelas 3 SMP ini.

Syarat membangun sekolah adalah memiliki yayasan, dan kini sang ibu, Diana Riyahardi menjadi ketua yayasan. Sementara Denia sendiri menjabat sebagai kepala sekolah, guru, cleaning service bahkan supir antar jemput untuk anak didiknya.

Setelah dibuka, sekolahnya baru mendapat empat siswa di tiga bulan pertama. Itu pun melalui proses yang panjang.

Demi mengejar dana operasional sekolah, Denia dan rekannya membuka kelas gratis dan kegiatan free cooking class setiap Sabtu demi menarik minat para orang tua. Tujuannya agar si anak memiliki pengalaman belajar yang menyenangkan dan punya keinginan untuk sekolah di sana.

Saat ini, SBM telah memiliki tiga kelas, yakni dua kelas playgroup, Putik (2 tahun) dan Kelopak (3 tahun), serta satu kelas TK A untuk anak usia 4-5 tahun.

Setiap kelas diisi tidak lebih dari 10 anak, karena Denia ingin wali kelasnya tahu mendalam mengenai kebiasaan anak, mulai dari alergi dan hingga jam tidurnya.

Tidak hanya membangun sekolah, Denia juga menulis buku sebagai tugas akhir tesisnya dengan ilustrasi menarik, demi menjawab kegelisahan-kegelisahan seorang anak. Salah satunya berjudul “Kami Tetap Menyayangimu, Kelinci Kecil.”

Buku kecil ini menjelaskan permasalahan besar kepada anak, yakni perceraian. Memberikan pemahaman bahwa setiap anak tetap dapat mencintai dan dicintai oleh orang tuanya yang telah bercerai.

Pengalaman broken home ternyata membuatnya mampu memaparkan kisah pahit tersebut dengan bahasa yang dapat dimengerti anak-anak. Karya inspiratif tersebut bahkan berhasil mengantarkannya ke sejumlah konferensi internasional bidang psikologi anak.

Menurut Denia, setiap anak punya sifat berbeda. Cara memahami mereka pun harus sesuai dengan karakter si anak. Jika anak itu pendiam, harus sering diajak berkomunikasi sehingga si anak mau untuk bercerita.

Begitupun juga dalam hal mendidik. Menjelaskan tentang konsekuensi dari sebuah tindakan lebih efektif dibanding memberikan hukuman pada anak-anak. Saat mereka salah, itu adalah sebuah ketidaktahuan anak yang harus kita paparkan kepada mereka, sehingga anak mengerti.

“Aku ingin tujuan anak disekolahkan bukan hanya untuk pintar semata, tapi terutama harus santun. Prinsipku percuma kalau mereka pintar tapi tidak berakhlak, tidak kepakai di masyarakat” ujarnya.

Untuk rencana ke depan, Denia berniat untuk membuka sekolah cabang di Jabodetabek dan meneruskan karya emasnya dengan menulis buku.

NAMA Denia Putri Prameswari
LAHIR Jakarta,10 Desember 1990
PROFESI
ALMAMATER Universitas Indonesia Jurusan Psikologi