Hati-hati Adiksi Karbohidrat [Nourish Holistic Nutrition]

Hati-hati Adiksi Karbohidrat

PinkKorset.com, Jakarta – Pola makan masyarakat Indonesia yang menjadikan karbohidrat makanan pokok, berpotensi memicu terjadinya adiksi karbohidrat. 

Adiksi karbohidrat (carbohydrate addiction) merupakan salah satu tipe adiksi makanan yang terjadi karena kelebihan konsumsi karbohidrat (jenis makanan mengandung gula dan tepung).

Fenomena ini tanpa disadari merajalela di Indonesia akibat kebiasaan pola makan masyarakat Indonesia yang sangat bergantung karbohidrat pada makan pagi, siang hingga malam.

Misalnya saja kecenderungan masyarakat Indonesia yang tidak merasa kenyang bila belum menyantap nasi. Kendati sebelumnya sudah mengonsumsi mi, roti, kentang sebagai lauk serta meneguk teh maupun kopi manis usai makan.

Fakta ini selaras dengan data Riskesdas 2013 yang melansir 53,5% dari orang Indonesia mengonsumsi makanan bergula. Bahkan sejak 2010, Riskesdas mencatat Indonesia menempati urutan ke-10 negara dengan jumlah obesitas terbanyak di dunia.

Apa bahaya adiksi karbohidrat?

Konsumsi karbohidrat berlebih berarti menumpuk cadangan gula yang menyebabkan obesitas. Obesitas memicu beragam penyakit tidak menular dan terlebih kondisi ini dipicu gaya hidup tidak sehat (kurang aktif).

Tidak heran bila Diabetes Mellitus beserta komplikasinya menghantui Anda. Sebut saja penyakit jantung, stroke, kerusakan saraf mata, gangguan pembuluh darah, kerusakan ginjal, disfungsi ereksi dan lainnya.

Mengapa sulit berhenti adiksi karbohidrat?

Pakar Gizi dan Gaya Hidup Sehat Dr. Grace Judio Kahl mengatakan, sebanyak 75% orang dengan obesitas dan 40% pemilik berat tubuh normal tidak menyadari mengalami adiksi karbohidrat.

“Ini karena konsumsi karbohidrat membuat kita senang,” katanya saat Jakarta Food Editors Club Gathering di Jakarta, Selasa (18/10/2016).

Konsumsi gula memiliki efek konsumsi kokain, yakni mengaktifkan produksi hormon dopamin yang menimbulkan perasaan tenang dan bahagia. Di otak terdapat reseptor yang menerima suatu zat kimia (neurotransmitter) yang menyampaikan sensasi senang. Namun gula berlebih memicu signal terlalu banyak sehingga neurotransmitter macet. Kondisi ini memacu otak memproduksi hormon dopamin lebih banyak.

“Makanya lebih banyak orang adiksi karbohidrat,” sambungnya.

Sayangnya ketika orang adiksi karbohidrat, konsumsi protein sebagai bahan baku hormon (dopamin, sertonin, endorfin) berkurang. Bahkan hanya protein jenis asam amino triptofan dan tirosin saja yang dibutuhkan

Sementara konsumsi protein berbarengan karbohidrat mengikat asam amino. Sehingga otak akan bingung menyerap asam amino yang terikat dan terus memacu konsumsi karbohidrat (efek adiksi).

“Ini bukan salah makanan tetapi kesalahan respon pada otak. Otak belajar sesuatu yang membuat ketagihan,” ucap pemilik klinik penurunan berat badan, Lighthouse Shape Indonesia.

‘Kejahatan’ adiksi karbohidrat lainnya adalah cepat meningkatkan dan menurunkan gula darah. Sehingga perut cepat lapar meskipun baru menyantap karbohidrat. Apalagi karbohidrat tidak memiliki efek kenyang, lambung memerintahkan otak berhenti makan bila sudah terisi penuh.

Efek sebaliknya terjadi bila Anda menyantap protein. Anda tidak akan banyak makan protein karena ada sensasi eneg (stable factor).