Pandemi, Keturunan Asia di Australia Alami Diskriminasi [TheChinaStory]

Pandemi, Keturunan Asia di Australia Alami Diskriminasi

PinkKorset.com – Hampir semua keturunan Asia yang tinggal di Australia mengalami diskriminasi selama pandemi.

Sebuah penelitian terbaru dari Australian National University (ANU) menemukan bahwa mayoritas atau 84,5 persen keturunan Asia di Australia mengalami diskriminasi selama pandemi, yakni antara Januari hingga Oktober 2020.

Survei ini berawal dari banyaknya pengalaman diskriminasi yang dialami warga Asia di Australia, terutama keturunan China, selama masa pandemi. Disebutkan, adanya peningkatan pelecehan dan serangan rasis, karena virus corona pertama kali terdeteksi dan menyebar di China.

Salah satunya diungkapkan oleh Jieh-Yung Lo, direktur Pusat Kepemimpinan Asia-Australia pada Universitas ANU. Meski lahir di Melbourne, sebagian besar hidupnya diwarnai dengan diskriminasi. Hal ini karena faktor etnis.

“Mulai dari rasisme langsung di taman bermain sekolah, mengalami hambatan selama awal karir profesional, bias yang tdak disadari di tempat kerja, hingga kesetiaan dan loyalitas pada Australia yang belakangan ini dipertanyakan,” katanya.

Hal ini diperuncing oleh tindakan Senator Eric Abetz dari Partai Liberal, yang dalam dengar pendapat di Senat Australia baru-baru ini, mempertanyakan pandangan warga keturunan tentang Partai Komunis China.

Sementara Sekretaris Kementerian Luar Negeri dan Perdagangan Frances Adamson memperingatkan perdebatan tentang China di Australia dapat dimanfaatkan Beijing untuk menuduh Australia ‘tidak toleran’. Tuduhan senada pernah dilontarkan China sebelumnya, bahkan Juli lalu pemerintah China memperingatkan warganya untuk tidak bepergian ke Australia.

Terkait COVID-19, warga keturunan Asia di Australia sebenarnya lebih khawatir terhadap virus corona dibandingkan masyarakat lain pada umumnya. Sekitar 80,7 persen keturunan Asia mengaku khawatir dengan virus corona pada periode Oktober, dibandingkan 62,4 persen populasi Australia lainnya.

Jieh-Yung Lo mengatakan, pengalaman warga keturunan Asia dengan epidemi SARS, telah membuat mereka lebih waspada dengan COVID-19. Sementara mereka juga menghadapi xenofobia dan rasisme, termasuk serangan fisik dan verbal. “Keturunan Asia bernasib lebih buruk selama periode COVID-19 dibandingkan penduduk Australia lainnya,” ujarnya.

Survei yang melibatkan lebih dari 3.000 responden ini juga menemukan bahwa mata pencaharian warga keturunan Asia di Australia lebih terdampak oleh COVID-19. Jam kerja mereka mengalami pengurangan hingga lima jam pada periode Februari dan April, dua kali lebih besar daripada penduduk Australia lainnya.

Hal ini terjadi karena keturunan Asia yang umumnya lebih muda, biasaya tinggal di daerah perkotaan serta bekerja di industri yang terkena dampak lockdown. “Namun kami juga tidak dapat mengabaikan efek diskriminasi dalam pasar tenaga kerja,” kata Nicholas Biddle dari Pusat Metode Penelitian Sosial ANU. “Terlepas dari COVID-19, pemerintah bertanggung jawab menyusun dan menegakkan undang-undang anti-diskriminasi dengan hati-hati.”

Di sisi lain, orang Australia cenderung menganggap keturunan Asia lebih ‘dipercaya’ dan ‘adil. Sekitar 65 persen orang Australia mengaku sangat percaya pada keturunan Asia, dibandingkan dengan 55 persen sangat percaya pada keturunan Anglo.

Komnas HAM Australia melaporkan kurang dari 5 persen keturunan Asia berhasil mencapai level eksekutif senior dan hanya 1,6 persen yang berhasil menjadi CEO.