3 Desainer Pamerkan Karya Berkonsep Fesyen Etis [google]

3 Desainer Pamerkan Karya Berkonsep Fesyen Etis

PinkKorset.com, Jakarta –  Tiga desainer tanah air menampilkan karya yang menerapkan konsep fesyen etis dalam sebuah pagelaran busana.

Restu Anggraini, Friederich Herman, dan Merdi Sihombing menerapkan ethical fashion dengan cara dan gaya masing-masing lewat pergelaran fesyen bertajuk Beginning Ethical Fashion.

Ethical fashion tidak hanya terkait dengan fesyen yang ramah lingkungan, namun juga memerhatikan kesejahteraan orang-orang yang terlibat dalam membuat produk fesyen itu sendiri.

Seperti apa?

Desainer busana muslim Restu Anggraini dengan label fesyen Etu, tampil dalam rancangan bertajuk The Continuum.

Konsep ethical fashion dalam karyanya ditunjukkan dalam penggunaan bahan ramah lingkungan yang berasal dari cupro. Bahan ini diperoleh dari sebuah perusahaan di Jepang bernama Asahi Kasei Fiber Corporation.

“Bahan ini ramah lingkungan 100 persen biodegradable, cocok untuk di Indonesia.  Bahkan anti-kotor, anti-debu, anti-statis, cocok untuk baju muslim,” katanya.

Untuk menyempurnakan koleksinya, Restu juga menggunakan linen, serat tanaman rami, dan katun.

Sementara untuk pembuatan busana, Restu menggunakan teknik smoking, yang menghasilkan detil efek ukiran dan pola kompleks melalui jahitan tangan dan keahlian tertentu. Teknik ini juga menghasilkan dua efek yang berbeda dalam satu busana di bagian depan maupun belakang.

Detail struktur pada bahannya memiliki beberapa efek berbeda seperti dot dan grid, yang dibuat menggunakan jahitan tangan.

JFW--restu-anggraini

 

Kemudian Friederich Herman yang mengusung tema Moods, mengangkat Ethical Fashion dari sumber daya manusia yang ia ajak kerja sama. Ethical fashion yang dimaksud desainer muda tersebut adalah membayar ongkos kerja yang sesuai dan tidak mengeksploitasi pekerja.

“Untuk bahan dan materialnya belum sampai di situ (belum menggunakan bahan ramah lingkungan). Tapi kami menuju ke arah sustainability dengan memanusiakan tenaga kerja fesyen,” ujarnya.

Bermain bahan seperti merino, cady wool, silk gazar, textured jacquard, dan organza, Friederich kali ini menyajikan busana street style yang menonjolkan kesan kasual.

Selain dress selutut asimetris hitam putih dengan bagian atas yang memperlihatkan punggung, ada pula long coat dan blazer tanpa lengan dengan detil kancing besar di depan, yang menampilkan kesan formal kasual.

JFW--Friederich-Herman

 

 

 

Sebagai penutup, Merdi Sihombing tampil dengan konsep ethical fashion yang didorong keprihatinan terhadap sosial dan lingkungan sekitar.

“Ini sebuah perhelatan dan pandangan baru tentang prinsip fashion yang beretika. Saat ini jumlah perajin kain di daerah semakin berkurang. Sustainablilty fashion juga menjaga lingkungan dan budaya,” katanya.

Merdi memanfaatkan lingkungan dan sosial melalui pemberdayaan pengrajin perempuan di Pulau Rote, Kabupaten Rote Ndao, Nusa Tenggara Timur, dalam mengolah limbah bir pletok, jengkol dan teh celup.

Pewarnaan koleksinya pun menggunakan bahan alami. “Kami menggunakan warna dari pohon indigo yang tumbuh di Pulau Rote Ndao. Di pulau ini kami menanam pohon indigo dan kapas,” katanya.

Ia pun lebih memilih membuat motif baru, karena tidak ingin menggunakan kain adat. “Kami tidak mau memutilasi/mengguntingnya karena ada filosofi di dalam kain adat,” ucapnya.

Meski merupakan motif baru, tapi kesan tradisional dan etnik begitu lekat pada busana karya Merdi. Koleksi miliknya berusia tiga tahun dan telah dipamerkan di forum Asia di Macau.

JFW--Merdi-sihombing