Alzheimer Berasal dari Infeksi? [healthtap]

Alzheimer Berasal dari Infeksi?

PinkKorset.com – Mungkinkah Alzheimer sebenarnya sebuah penyakit yang berasal dari sisa racun saat otak berusaha memerangi infeksi?

Riset terbaru oleh tim ilmuwan Harvard yang dikatakan cukup provokatif ini, sebagaimana dilansir NY Times, berujung pada hipotesa mengejutkan. Ini bisa menjelaskan keberadaan plak misterius di dalam otak pengidap Alzheimer.

Studi ini masih awal. Namun pakar yang tak terlibat merasa tertarik dengan ide adanya infeksi, termasuk yang ringan dan tak menimbulkan gejala, bisa berujung pada reaksi dan meninggalkan sisa-sisa di otak dan menyebabkan Alzheimer.

Ide ini disebut mengejutkan, tapi masuk akal. Data Harvard yang digunakan dalam riset tersebut telah dipublikasikan di jurnal Science Translational Medivine. Jika bertahan, hipotesa ini bisa berarti mencegah dan mengobati Alzheimer.

“Ini menarik dan provokatif,” kata Dr. Michael W. Weiner, profesor radiologi di University of California, San Francisco dan penyelidik utama di Alzheimer’s Disease Neuroimaging Initiative.

Senada, profesor dan direktur neurologi di Washington University School of Medicine di St. Louis, Dr. David Holtzman berpendapat studi ini inovatif dan belum diketahui. “Ini benar-benar outside the box,” katanya.

Ide bermula saat Robert D. Moir dari Harvard Medical School dan Massachusetts General Hospital memikirkan fungsi protein amyloid, protein normal pada otak yang perannya masih misterius.

Protein itu tadinya dianggap ‘sampah’ yang menumpuk di otak seiring bertambahnya usia seseorang. Dr. Moir merasa amyloid mirip protein bawaan sistem imun, sebuah sistem yang bertujuan mempertahankan tubuh terhadap infeksi.

Periset Harvard melaporkan sebuah skenario yang terdengar sebagai film fiksi sains. Virus, jamur, atau bakteri masuk ke otak melalui membran atau batas antara otak dan darah. Bagian ini akan bocor seiring bertambahnya usia.

Sistem pertahanan otak berusaha menahan kebocoran itu dengan membuat ‘penjara’ lengket dari protein yang disebut beta amyloid. Mikroba akan terjebak di ‘penjara’ itu dan mati, seperti lalat yang terjebak di sarang laba-laba.

‘Penjara’ ini tertinggal sebagai plak dan menandai penyakit Alzheimer. Sejauh ini, tim peneliti Harvard sudah mengonfirmasi hipotesa itu pada saraf yang mereka tumbuhkan di cawan uji, ragi, cacing, lalat buah, dan tikus.

“DI bagian tubuh lain, protein semacam ini menjebak mikroba. Sel darah putih kemudian datang dan membersihkannya. Mungkin amyloid adalah bagian dari sistem itu,” lanjut Dr. Moir.

Ia kemudian mengajak koleganya, Rudolph E. Tanzi, melakukan sebuah studi. Mereka mencari tahu apakah amyloid menangkap mikroba di hewan hidup dan sanggupkah tikus tanpa amyloid sakit begitu terkena infeksi yang bisa dihentikan.

Jawabnya, sebagaimanya yang mereka laporkan, ya dan ya. Dalam satu studi, peneliti menyuntikkan bakteri salmonella ke otak tikus muda yang belum punya plak.

“Dalam semalam, (keberadaan) bakteri menumbuhkan plak. Hippocampus penuh plak dan setiap plak memiliki bakteri di dalamnya,” kata Dr. Moir. Sebaliknya, tikus tanpa beta amyloid kalah oleh infeksi bakteri dan tak membuat plak.

Masih banyak yang harus mereka kerjakan untuk menentukan apakah sekuens serupa terjadi pada manusia. Butuh perencanaan lebih matang serta pendanaan untuk memulai studi mengenai otak manusia.