Epilepsi, Bukan untuk Dijauhi [epilepsylifestyle]

Epilepsi, Bukan untuk Dijauhi

PinkKorset.com, Jakarta – Ketidaktahuan masyarakat tentang epilepsi, membuat orang yang mengidapnya sering diisolasi dari kehidupan sosial.

Praktisi Psikologi, Penelitian Perilaku Konsumen, Aska Primadi menuturkan, penderita epilepsi seharusnya tidak dijauhi, namun didukung. “Karena mereka sebenarnya mampu berkembang layaknya orang normal,”ujarnya di Jakarta, baru-baru ini.

Epilepsi adalah sejenis penyakit syaraf serius yang menahun. Disebut epilepsi karena kejadian sekilas paroksimal akibat dari letupan-letupan berlebihan neuron di korteks otak. Penderitanya akan kejang beberapa menit saat terkena epilepsi.

Penyakit ini bisa disebabkan cedera kepala, infeksi pada meningitis, kelainan pada otak, stroke atau tumor. Dalam pergaulan, penderitanya selalu mendapat stigma negatif yang membuatnya tertekan dan merasa depresi. Padahal, penyakit ini tidak mempengaruhi kecerdasan dan 70%  pengidapnya bisa mengendalikann epilepsi dengan obat.

Menurut Aska, ada tiga faktor yang mempengaruhi sikap pengidap epilepsi, yaitu sosial, medis dan psikologi.

Aspek sosial menduduki persentasi tertinggi dengan angka 52%. Ini karena dampak yang begitu besar atas respon lingkungan dalam membentuk paradigma si pengidap. Perlakuan tidak baik menyebabkan penderita frustasi hingga ke tahap yang paling berbahaya, yaitu bunuh diri.

Medis dapat mempengaruhi 38% sikap pengidap epilepsi, karena obat memiliki peranan penting untuk menjaga penderita dari bangkitan atau serangan epilepsi. Obat mampu meminimalisir terjadinya serangan meski berdapak kehilangan ingatan jangka pendek bagi pengguna.

Sisi psikologis pengidap sendiri yang berada di angka 10%, tak bisa dipandang sebelah mata. Pasalnya, untuk berjuang melawan penyakit serius ini memerlukan kekuatan dari si penderita.

“Dengan pikiran yang positif serta dukungan keluarga dan orang sekitar, penderita dapat mengembangkan diri dan hidup secara normal di lingkungan masyarakat,” ujar Aska.