Ini Alasan Manusia Memilih Monogami [hipwee]

Ini Alasan Manusia Memilih Monogami

PinkKorset.com – Jika selingkuh ada di dalam darah manusia sejak jaman purba, lalu mengapa kita memilih kehidupan monogami?

Pernah disebutkan, selingkuh mengalir dalam darah manusia sejak jaman purba. Ketika masyarakat agraria diperkenalkan, dahulu kala, kehidupan monogami berjalan dengan baik. Pilihan ini berkontribusi terhadap kesuksesan spesies kita selama sepuluh ribu tahun terakhir.

Namun tak seperti hewan yang memilih monogami untuk berbagi beban merawat keturunan dan melindungi teritorinya bersama, pada manusia hal itu dibentuk secara sosial. Dengan kata lain, manusia ‘ditekan’ untuk melakukan monogami.

Studi yang baru-baru dipublikasikan di jurnal Nature Communications menggunakan model matematika untuk mencari tahu mengapa monogami berkembang sebagai strategi reproduksi utama manusia.

Sebab banyak bukti menyatakan, nenek moyang kita yang pemburu melakukan praktik poligami. Dalam masyarakat mereka, kelompok sosial terdiri sekitar 30 orang dewasa dengan lelaki memiliki sejumlah ‘istri’.

Strategi itu memastikan para lelaki ‘unggul’ memiliki lebih banyak keturunan di masa kehidupan mereka. Gaya hidup semcam ini berubah di awal jaman Neolitik, ketika manusia menyadari mereka juga harus berburu dan mengumpulkan makanan.

Revolusi Agraria

Jawaban di balik perubahan gaya hidup tersebut menjadi monogami, menurut pakar matematika University of Waterloo Chris Bauch dan Richard McElreath dari Max Planck Institute of Evolutionary Anthropology, berada di masyarakat agraria.

Gaya hidup bercocok tanam menciptakan kota yang berarti manusia hidup dalam kelompok besar. Dalam kelompok besar manusia, ada dua hal yang bisa dipastikan. Yakni aturan sosial dan penyakit.

“Makin banyak orang, makin banyak partner seksual dan berpotensi menyebarkan penyakit lewat hubungan seks (STD),” demikian Chris Bauch.

Ini sebabnya terbentuk sistem sosial untuk melakukan hubungan monogami dan ‘mempermalukan’ bentuk hubungan lainnya. Ini cara manusia melindungi diri mereka dari penyebaran STD secara massal.

Bauch menambahkan, riset ini merupakan bukti dalam sistem alami bahwa penyebaran penyakit menular bisa mempengaruhi berkembangnya norma sosial. “Khususnya, penilaian kelompok tempat orang itu berada,” paparnya dalam sebuah rilis pers.