Tanggapan IDI Terhadap Carut Marut JKN [health]

Tanggapan IDI Terhadap Carut Marut JKN

PinkKorset.com, Jakarta – Ikatan Dokter Indonesia sedang menyusun buku putih berisi pernyataan resmi terkait pelaksanaan Jaminan Kesehatan Nasional.

Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) selama 2 tahun telah mengamati sekaligus mengevaluasi program Jaminan Kesehatan Nasional yang dianggap perlu pembenahan di berbagai sektor.

Sekretaris Jenderal PB IDI Dr. Moh. Adib Khumaidi, Sp.OT mengatakan, IDI akan mengeluarkan pernyaataan resmi dalam bentuk satu buku putih.

“Kami berikan telah kompherensif dalam buku putih untuk telaah kepada pemerintah, Kemenkes, legislatif, BPJS maupun presiden,” katanya saat jumpa pers PB IDI di Jakarta, Jumat (18/3/2016).

Poin-poin evaluasi PB IDI terhadap program JKN ini meliputi pembenahan regulasi, anggaran, iuran BPJS, usulan pelibatan PB IDI dalam penyusunan kebijakan turunan perpres dan meminta verifikator BPJS dari tenaga medis yang emmahami standar pelayanan kedokteran.

Terkait defisit BPJS Kesehatan, Peraturan Presiden Nomor 19 tahun 2016 dikeluarkan dengan isi kenaikan premi peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI) dan Peserta Mandiri kelas I-3.

“Munculnya kebijakan harus disertai implikasi positif mutu pelayanan, sehingga tidak sebentar-sebentar keluar peraturan baru,” katanya lagi.

Kenaikan iuran dalam Perpres ini dinilai masih jauh dari angka minimal. PB IDI bersama Dewan JSN merekomendasikan iuran PBI minimal di angka Rp27.000 sementara saat ini Rp23.000. Hal ini dilihat dari jumlah peserta PBI mencapai 92 juta atau 56% dari total peserta BPJS Kesehatan (160 juta).

“Tapi kenaikan ini harus disertai perbaikan biaya pelayanan, pelayanan kepada peserta, pemerataan fasiitas kesehatan serta kesehateran tenaga kesehatan,” ucapnya.

Sementara Ketua Divisi Penataan Sistem Pelayanan Kesehatan Rujukan PB IDI Dr. Chairulsyah Sjahruddin, Sp.OG, MARS menambahkan, anggaran kesehatan di APBN 5% itu terlalu rendah dibandingkan anggaran pendidikan sebesar 20%.

“Harusnya anggaran kesehatan setidaknya sama dengan anggaran pendidikan,” katanya.

Menurutnya, masyarakat tanpa pendidikan tidak bisa membangun negara. Tetapi  orang pintar tapi tidak sehat justru memberatkan negara.

Selain itu, Dr. Chairulsyah menambahkan, saat ini banyak masalah di fasilitas kesehatan tingkat pertama (Puskesmas) sehingga sering merujuk pasien BPJS ke fasilitas kesehatan tingkat lanjutan (rummah sakit).

Puskesmas yang melayani pasien BPJS yang membludak tidak disertai dengan peningkatan kuantitas dan kualitas tenaga kesehatan. Terlebih tugas utama Puskesmas sebagai agen promotif dan preventif kesehatan masyarakat menjadi terbengkalai.

“Solusinya yakni BPJS menggandeng praktik dokter swasta maupun klinik mandiri untuk mengurangi beban berlebih yang ditanggung Puskesmas,” pungkasnya.