Nyamuk Wolbachia Sukses Tekan Kasus DBD [neocorporations]

Nyamuk Wolbachia Sukses Tekan Kasus DBD

PinkKorset.com, Jakarta – Nyamuk Wolbachia diklaim sukses mengurangi penularan virus Demam Berdarah Dengue (DBD) di Yogyakarta.

Ketua Tim Kajian Analisis Risiko nyamuk ber-Wolbachia, Damayanti Buchori mengatakan, dalam dua tahun, nyamuk Aedes Aegypti ber-Wolbachia di salah satu daerah Sleman, Yogyakarta, mencapai 80-90%.

“Jumlah nyamuk ber-Wolbachia yang cukup besar, membuat penularan kasus DBD di tempat tersebut tidak ada. Pemantauan dilakukan selama dua minggu dalam radius 200 meter,”ujarnya di Jakarta,  baru-baru ini.

Seperti diketahui, peneliti UGM menggunakan nyamuk Aedes aegypti yang sudah mengandung bakteri Wolbachia untuk menghambat perkembangan replikasi virus Dengue pada nyamuk tersebut. Proses memasukkan bakteri dilakukan dengan sistem mikro injeksi.

Selain virus Dengue, riset menunjukkan Wolbachia juga memiliki potensi dapat menekan Zika dan Chikungunya.

Sedangkan Ketua Tim Peniliti Eliminate Dengue Project (EDP) Universitas Gajah Mada, Prof. Adi Utarini mengatakan, pengendalian virus dengue dengan nyamuk Aedes ber-Wolbachia adalah aman dilihat dari empat aspek yaitu ekonomi, dan sosio-kultural, pengendalian vektor, ekologi, dan kesehatan masyarakat.

“Pengendalian DBD dengan menggunakan nyamuk Aedes Aegypti ber-Wolbachia ini statusnya dapat diabaikan (aman),” katanya.

Wolbachia sendiri adalah bakteri alami yang terdapat di 60% jenis serangga yang ada di bumi, termasuk kupu-kupu, lebah dan lalat buah. Wolbachia tidak terdapat dalam nyamuk Aedes Aegypti penyebab demam berdarah.

Terkait pencapaian tersebut, awal tahun ini Badan Kesehatan Dunia (WHO – World Health Organization) telah merekomendasikan untuk memperluas penelitian terkait penggunaan Wolbachia untuk menangani penyakit yang disebabkan nyamuk Aedes, di antaranya penanganan DBD.

Selain Indonesia, negara lain dalam EDP-Global yang telah melakukan kajian serupa adalah Vietnam dan Australia. “Hasil kajian di dua negara tersebut menjadi tonggak untuk melakukan kajian lebih lanjut di Indonesia, dalam latar lingkungan yang berbeda,” tuturnya.