Penggunaan Morfin di Indonesia ’Masih’ Rendah [westward]

Penggunaan Morfin di Indonesia ’Masih’ Rendah

PinkKorset.com, Jakarta – Penggunaan morfin di Indonesia dinilai masih rendah, terutama untuk kebutuhan medis.

Data International Narcotics Control Board (2011) menunjukkan, Indonesia berada di posisi 132 dari 152 negara pengguna morfin medis yakni 0,0707 mg/kapita. Peringkat ini lebih rendah ketimbang negara-negara tetangga seperti Kamboja (127), Vietnam (112) dan Malaysia (57).

Dokter Spesialis Kanker Anak RS Kanker Dharmais dr. Edi Setiawan Tehuteru, SpA, MHA, IBCLC menilai, penggunaan morfin di Indonesia masih rendah karena adanya kekhawatiran berlebih di masyarakat.

Misalnya saja anggapan negatif masyarakat (narkotika), rendahnya pengetahuan penggunaan morfin dan tidak tersedia edukasi tentang penggunaan morfin di fakultas kedokteran, karena tidak ada dalam kurikulum.

”Masyarakat menganggap morfin memberikan efek kecanduan maupun kebal,”ujarnya pada acara ‘Basic Knowledge of Oncology di RS Mitra Kemayoran, Jakarta, Senin (22/8/2016).

Padahal, morfin tidak memberikan efek samping seperti ketergantungan, depresi pernapasan maupun kebal. “Enggak ada. Itu semua mitos,” ucap aktivis Perhimpunan Onkologi Indonesia ini.

Namun, lanjutnya, untuk mendapatkan manfaat morfin tentu harus mengikuti kaidah penggunaan yang benar. Misalkan saja penggunaan morfin pada pasien kanker.

“Penggunaan morfin pada pasien kanker sangat dibutuhkan. Undang-undang di Indonesia juga sudah mendukung,” katanya.

Di Indonesia hanya ada dua perusahaan farmasi yang berwenang memproduksi morfin, yakni Kimia Farma dan Mahakam Betafarma. Saat ini morfin yang beredar di Indonesia tersedia dalam bentuk suntik, oral dan tempel (koyo). Sementara morfin bentuk sirup sedang direncanakan Kimia Farma untuk diproduksi.

Penggunaan paling praktis yakni bentuk oral (tablet) dan tempel. Khusus tipe morfin tempel baru bekerja menekan nyeri setelah 12 jam pemakaian.