Ini Alasan Manusia Berbohong [hp]

Ini Alasan Manusia Berbohong

PinkKorset.com – Tak ada manusia yang tak berbohong. Mulai dari bohong kecil yang tak melukai siapapun hingga hal besar yang menyebabkan pertengkaran, sudah pernah terjadi. Lalu, mengapa kita masih bohong?

Selama puluhan tahun riset dilakukan untuk mencari apa kesamaan tingkah laku manusia yang menjadi alasan di balik bohong. Salah satunya adalah studi selama hampir 15 tahun yang dilakukan University of Massachusetts.

Hasilnya menunjukkan, sebanyak 60% orang berbohong setidaknya sekali dalam perbincangan selama 10 menit. Manusia juga menyampaikan rata-rata dua hingga tiga kebohongan dalam interaksi berupa pesan singkat.

Alasannya, mereka ingin disukai (likeable) dan kompeten. Baik periset maupun partisipan studi ini terkejut dengan hasil tersebut. Hal ini disampaikan oleh salah satu psikolog yang terlibat studi itu, Robert S. Feldman, dalam sebuah siaran pers.

“Saat menyaksikan rekaman video diri sendiri, mereka menyadari ternyata lebih banyak bohong ketimbang yang dipikirkan,” kata Feldman. Faktanya, sebagian besar manusia juga merasa bersalah sudah menyampaikan kebohongan itu.

Psikoterapis sekaligus penulis ‘How to Be a Grown Up: The Ten Secret Skills Everyone Needs to Know’ Stacy Kaiser menyatakan, setiap orang berbohong pada satu waktu tertentu. “Entah untuk melindungi perasaan seseorang, menghindari masalah, atau memang sengaja.”

Akar kebohongan, kata Kaiser, adalah perasaan tak aman (insecurity). Kebohongan ini biasanya saat seseorang membesar-besarkan sesuaty atau menghindari berkata jujur karena ingin dikagumi orang lain serta membuat diri mereka tampak lebih baik.

Namun, ada pula kebohongan yang datang dari hati. Seperti ketika memuji potongan rambut baru seorang kawan yang sebenarnya menurut Anda tak cocok. “Bisa disebut Anda sengaja tak mengatakan sesuatu agar mereka tak merasa kesal,” katanya.

Kemudian ada pula orang yang tak tahu kenyataan. Dalam hal ini, mereka bohong pada diri sendiri dan mereka menyangkal kenyataan (denial). “Mereka tak bisa atau tak mau melihat realita, jadi berbohong agar kenyataan tetap tersembunyi,” lanjut Kaiser.

Sains juga telah membuktikan, kebohongan kecil akan memiliki efek bola salju karena otak terus mendukungnya. Studi dari University College of London menemukan, bagian otak yang terhubung dengan emosi (amygdala), paling aktif ketika kita berbohong.

“Respons ini semakin berkurang saat kita meneruskan kebohongan itu. Semakin berlanjut, semakin besar kebohongan itu,” kata penulis senior studi tersebut, Dr. Tali Sharot.

Sering berbohong, kata Kaiser, akan menjadi kebiasaan dan Anda akan melakukannya tanpa beban. Salah satu masalah besar adalah ketika seseorang bohong meski tidak perlu dan akhirnya akan dicap sebagai pembohong oleh orang lain.

Maya Angelou sudah menyatakan, “There’s a world of difference between truth and facts. Facts can obscure the truth.” Ada perbedaan besar antara kenyataan dan fakta. Fakta bisa menutupi kenyataan.