Duh, 83% Nakes RI Alami ‘Burnout Syndrome’ [hhcw.ca]

Duh, 83% Nakes RI Alami ‘Burnout Syndrome’

PinkKorset.com – Tenaga kesehatan (nakes) adalah pertahanan terakhir dalam menghadapi pandemi COVID-19. Namun akibat pandemi ini, sebagian besar dari mereka mengalami burnout syndrome alias keletihan mental.

Pandemi COVID-19 menyebabkan meningkatnya beban yang sangat berat terhadap sistem pelayanan kesehatan di Tanah Air, termasuk bagi para tenaga kesehatan. Risiko yang paling kasat mata adalah aspek keselamatan mereka karena amat rentan terpapar COVID-19.

Tercatat, sudah lebih dari 100 dokter dan ratusan tenaga medis meninggal dunia akibat terinfeksi virus tersebut pada saat menjalankan tugas pelayanan kesehatan.

Selain bahaya nyata tertular COVID-19, risiko lain yang sangat berpotensi mempengaruhi kualitas hidup dan produktivitas pelayanan medis adalah kesehatan mental. Diantaranya, risiko burnout syndrome atau keletihan mental akibat stres sangat tinggi yang mereka hadapi.

“Tingginya risiko menderita burnout syndrome akibat stress luar biasa selama pandemi ini mengakibatkan efek jangka panjang terhadap kualitas layanan medis. Sebab, para tenaga kesehatan bisa merasa depresi, kelelahan ekstrem, dan bahkan merasa kurang kompeten. Ini tentunya berdampak kurang baik dalam upaya memerangi COVID-19,” kata Dr. dr. Dewi Soemarko, MS, SpOK, dalam media briefing pada Jumat, (4/9/2020).

Kesimpulan tersebut ia peroleh setelah melakukan penelitian bersama tim peneliti dari Program Studi Magister Kedokteran Kerja, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Hasilnya, sebanyak 83% tenaga kesehatan di Indonesia telah mengalami burnout syndrome derajat sedang dan berat yang secara psikologis sudah mengganggu kualitas hidup dan produktivitas kerja pelayanan kesehatan.

Temuan lain yang juga mengkhawatirkan dari tim peneliti yang juga melibatkan Dr. dr. Ray Wi Basrowi, MKK; dr. Levina Chandra Khoe, MPH; dan dr. Marsen Isbayuputra, SpOK ini adalah:

  • 83% tenaga kesehatan mengalami burnout syndrome derajat sedang dan berat
  • 41% tenaga kesehatan mengalami keletihan emosi derajat sedang dan berat
  • 22% tenaga kesehatan mengalami kehilangan empati derajat sedang dan berat
  • 52% tenaga kesehatan mengalami kurang percaya diri derajat sedang dan berat
  • Dokter yang menangani pasien COVID-19, baik dokter umum maupun spesialis, berisiko dua kali lebih besar mengalami keletihan emosi dan kehilangan emosi dibandingkan mereka yang tidak
  • Bidan yang menangani pasien COVID-19 berisiko dua kali lebih besar mengalami keletihan emosi dibandingkan mereka yang tidak
  • Masih ada tenaga kesehatan (2%) yang tidak mendapatkan alat pelindung diri (APD) dari fasilitas kesehatan tempatnya bekerja
  • Sekitar 75% fasilitas kesehatan tidak melakukan pemeriksaan swab rutin dan 59% tidak melakukan pemeriksaan rapid test rutin bagi tenaga kesehatannya

“Manajemen rumah sakit, fasilitas kesehatan, dan pemerintah harus mulai memprioritaskan aspek intervensi kesehatan mental seperti pendampingan dan konseling psikologis untuk tenaga kesehatan, terutama yang bertugas selama pandemi ini,” kata Dr. Dewi.