Apa Penyebab Anak Menjadi Nakal? [rockingmy365project]

Apa Penyebab Anak Menjadi Nakal?

PinkKorset.com, Jakarta – Bila anak Anda sulit diatur atau sukar dinasehati, jangan buru-buru marah dan menimpakan kesalahan padanya.

Hilman Al Madani M.Psi., Konselor dan Trainer Yayasan Kita dan Buah Hati mengatakan, nakal pada anak bukan pembawaan sejak lahir. Anak berperilaku sulit diatur ada penyebabnya, terutama pola asuh dari orangtua.

“Penyebab anak-anak menjadi nakal karena mereka tidak terfasilitasi. Karena tidak terfasilitasi itulah, anak menjadi sosok dengan potensi yang akhirnya tidak terarahkan dan itulah yang disebut nakal,” katanya di Jakarta, beberapa waktu lalu.

Menurutnya, ada beberapa tipe anak menurut karakternya yang dibawa sejak lahir, yakni aktif, hiperaktif, dan slow to warm. Orangtua perlu menyesuaikan pola asuh dan pola belajar mengikuti karakter anak-anak.

Namun, sebelum memahami karakter anak, orangtua harus mengenal dirinya sendiri terlebih dahulu. Orangtua harus mengingat, bagaimana mereka dulu dibesarkan, lalu memperbaiki diri. Pasalnya, tidak sedikit orangtua yang keliru mendidik anak.

Hilman menuturkan, ada tiga gaya belajar anak, yakni visual, audio dan kinestetik. Semua gaya belajar ini memiliki kelebihan dan kekurangannya.

Misalkan modalitas belajar anak yang tergolong kinestetik adalah ia tidak akan bisa belajar dengan duduk diam. Mereka akan banyak bergerak, terlebih bagi anak laki-laki yang lebih aktif karena hormon serotonin lebih rendah dari perempuan.

Selain itu, perilaku anak ditentukan oleh informasi yang diterima kelima indra. Semua informasi masuk ke dalam otak dan membentuk struktur berpikir anak.

Untuk anak yang terlahir berani dan tidak takut, mereka akan banyak mencoba dan banyak bergerak untuk mengisi sambungan-sambungan sel saraf yang terdiri atas satu triliun sel saraf. “Tapi karena enggak terfasilitasi, akhirnya mereka bergerak tanpa arah, semaunya mereka dan sebisa mereka,” ucapnya.

Masa kritis anak

Menurut Hilman, anak-anak di bawah usia 20 tahun masih masuk dalam masa kritis. Mereka belum mampu menganalisa, mengontrol, menunda kepuasan, merancang kegiatan masa depan, memilih, menentukan dan mengambil keputusan dengan baik. Semua tugas kemampuan ini ditentukan oleh prefrontal cortex, otak bagian depan yang belum terbentuk sempurna.

“Sayangnya karena prefrontal cortex belum matang, akhirnya seringkali mereka bertindak berdasarkan limbic system atau pusat emosi. Semua dilakukan atas dasar suka atau tidak suka. Emosi itu kan tanpa berpikir,” ujarnya.

Disinilah peran orangtua yakni mendampingi anak-anak. Orangtua atau pendamping anak perlu mengarahkan anak untuk membentuk kebiasaan yang baik. Kebiasaan akan terbentuk apabila anak melakukan hal sama selama 28 hari. “Pembentukan selubung-selubung saraf (mielinasi) yang bersambungan itu baru terbentuk selama 28 hari,” ujarnya.

Lebih lanjut Hilman menambahkan, para orangtua sebaiknya tidak memerintah anak dengan nada tidak menyenangkan. Menurutnya, emosi itu menular sehingga yang dipelajari anak justru sisi emosional.

Hal ini menyangkut dengan limbic system yang hanya terbuka bila anak dalam kondisi senang. Bila anak dalam kondisi tertekan maka informasi hanya sebatas ingatan jangka pendek dan ia akan lupa dengan perintah orangtua.

Apalagi anak yang frustasi biasanya bergaul dengan anak yang senasib dan membentuk grup yang bermasalah serta tidak ada jalan keluar.