Mengenal OSA, Gangguan Tidur Serius

PinkKorset.com – Sulit tidur kerap dianggap masalah sepele. Padahal, gangguan tidur tersebut bisa mengindikasikan adanya OSA.

Obstructive Sleep Apnea atau OSA adalah keadaan penghentian aliran udara selama 10 detik yang menyebabkan turunnya aliran udara 30-50%, sehingga terjadi penurunan kadar oksigen dalam darah.

Pada OSA, jalan napas seseorang mengalami sumbatan total atau sebagian, yang terjadi secara berulang saat tidur. Gejala OSA termasuk tersedak atau terengah-engah saat tidur, mendengkur keras terus-menerus, kelelahan berlebihan dan konsentrasi yang buruk di siang hari.

OSA merupakan kondisi yang jarang didiskusikan serta sering tidak terdeteksi. Indonesia sendiri belum ada data formal mengenai jumlah orang dengan gangguan tidur. Namun, dokter ahli syaraf dan praktisi kesehatan tidur, dr. Rimawati Tedjasukmana yang juga merupakan pendiri dan delegasi dari Indonesia Society of Sleep Medicine (INA-Sleep) mengatakan bahwa ada kenaikan jumlah pasien yang mengalami gangguan tidur.

“Kurangnya tidur berkualitas dapat menyebabkan penurunan kinerja, sakit kepala, gangguan ingatan, penyakit jantung dan pembuluh darah, gangguan sistem kekebalan tubuh, hingga demensia,” dr. Rimawati menjelaskan. “Sayangnya, banyak dari pasien yang tidak terlalu mempedulikan kualitas tidur sampai mereka akhirnya mengalami masalah.”

Survei global Philips bertajuk ‘Wake Up Call: Tren Kepuasan Tidur Global’ menemukan bahwa kurangnya pemahaman menjadi penghalang bagi orang-orang untuk mendapatkan diagnosis gangguan tidur seperti OSA. Lebih dari seperempat (29%) orang dewasa di APAC percaya bahwa mereka berisiko terkena OSA, namun 26% takut mengambil tes tidur karena mereka tidak ingin tahu apakah mereka memiliki OSA atau tidak.

Dari seluruh responden yang mengaku menderita OSA, 51% mengatakan bahwa sleep apnea mempengaruhi hubungan mereka dengan orang lain. Tetapi 48% orang dengan sleep apnea mengatakan bahwa tidur nyenyak merupakan hal di luar kendali mereka – meskipun ada berbagai solusi untuk mengobatinya.

Dr. Rimawati menambahkan bahwa mendengkur, yang merupakan salah satu gejala OSA, merupakan gangguan tidur paling banyak diderita pasiennya. Berdasarkan penelitian yang ia lakukan pada 2013-2015, prevalensi OSA di Jakarta mencapai 16-17%.

Kendati banyak pasien yang bersedia menjalani perawatan, tetapi ada sebagian yang menolaknya. “Beberapa pasien merasa tidak tahan menggunakan mesin CPAP (continuous positive airway pressure), terlalu merepotkan katanya. Kemudian, ada juga yang takut mendapatkan stigma orang sakit berat. Hal ini sangat disayangkan mengingat konsekuensi dari kurangnya tidur berkualitas pada beberapa kasus bisa menjadi gawat,” imbuh dr. Rimawati.

Ia pun menegaskan pentingnya lebih banyak kesempatan untuk mensosialisasikan pentingnya mendapatkan tidur berkualitas.

Pim Preesman, Presiden Direktur Philips Indonesia menegaskan, buruknya kualitas tidur seseorang dapat mempengaruhi kesehatan mental maupun fisik, dan berujung pada penurunan produktivitas. “Philips mendorong mereka yang mengalami gangguan tidur untuk berkonsultasi ke dokter demi meningkatkan kualitas hidup mereka. Kami berkomitmen untuk mengembangkan rangkaian solusi yang terbukti klinis dapat membantu pasien mengambil kendali atas kesehatan tidur mereka.”